Mataram (Suara NTB) – Asosiasi Driver Online (ADO) meminta kepada pemerintah daerah untuk tegas melakukan penertiban, dengan banyaknya muncul kasus persekusi pengemudi online di sejumlah wilayah di Pulau Lombok.
Diketahui, baru-baru ini muncul kasus persekusi angkutan online yang tengah membawa penumpang di beberapa tempat wisata oleh sejumlah driver angkutan konvensional. Diantaranya, di Kuta Lombok Tengah dan Pelabuhan Bangsal Lombok Utara. Ketua ADO Provinsi NTB, Wahyudi Wirakarsa mengatakan, persekusi atau penghadangan kepada angkutan online memang kerap terjadi. Kondisi seperti ini menurutnya harus menjadi evaluasi pemerintah.
“Untuk angkutan sewa khusus atau online sendiri sudah jelas regulasinya, dimana pelayanannya dari pintu ke pintu sama seperti konvensional. Dia melakukan kegiatan penyekatan atau persekusi itu kan transportasi ilegal semua. Mereka tidak punya izin angkutan, mau dibilang angkutan sewa umum, tidak, karena tidak punya izin angkutan. Kemudian teman-teman online sudah jelas, makanya pemerintah harus tegas,” ujarnya.
Dengan banyaknya kasus persekusi pengemudi online ini, dikhawatirkan akan berdampak kepada wisatawan dan citra pariwisata NTB. Pemerintah juga diharapkan memassifkan edukasi kepada pengemudia angkutan sewa khusus (ASK) yang masih menggunakan cara-cara konvensional mencari penumpang. Ditengah perkembangan teknologi saat ini hampir seluruhnya menggunakan aplikasi. Tidak saja soal angkutan umum, pemesanan makanan atau kebutuhan sehari-hahripun sudah menggunakan system pemesanan menggunakan aplikasi.
“Sekarang kan sudah teknologi, wisatawan sudah mau cari yang cepat. Aplikasi itu sudah yang cepat, kemudian wisatawan ini sudah malas juga dia negosiasi harga segala macam. Wisatawan kan banyak pilihan aplikasinya,” terangnya. Menurut Wahyudi, jika mengacu pada regulasi peraturan pemerintah, kemudian undang-undang lalu lintas angkutan jalan yang masuk kategori angkutan sewa khusus yang memang pemesanan melalui aplikasi.
“Kan sudah jelas aturannya, pemerintah yang mengeluarkan aturan. Sekarang Pemda harus menyambung regulasi itu, dengan cara tertibkan (transportasi ilegal). Satu tertibkan, kemudian sosialisasi panggil aplikasi sosialisasi. Mana yang dianggap vital-vital objek wisata. Contoh saja Bali, persoalan ini sudah clear. Kita harapkan tidak ada persekusi-persekusi terhadap pengemudi angkutan online. Sekarang tinggal pilihan penggunanya. Tidak bisa dipaksa. Dan wisatawan sendiri cenderung tidak mau repot, semua layanan lebih banyak digunakan melalui aplikasi,” demikian Wahyudi. (bul)