Oleh: H.Lalu Gita Ariadi
ALHAMDULILLAH, turun Jumatan, 8 September 2023, saya berkesempatan mengikuti puncak rangkaian acara Nyoyang di Karang Raden, Tanjung, Kabupaten Lombok Utara (KLU).
Sahibul bait sahibul hajat acara Nyoyang kali ini, Dinda Raden Nune Abriadi sempat menceritakan apa dan bagaimana acara Nyoyang itu.
Upacara Nyoyang ( nyiu, nyaweang, 1000 hari ). Merupakan proses terakhir atau puncak dari rangkaian upakara gawe ala ( Gawe Mate ) dari nelung , mituk , nyiwak , matang puluh , nyatus , nyiu sehingga menjadi sempurna.
Pelaksaanan upakara ini sesungguhnya tradisi masyarakat adat Lombok Utara secara umum . Rangkaian upacaranya dilakukan selama 3 hari yg dimulai pada hari Rabu diawali dengan :
- Prosesi pengambilan batu mesan (nisan) di tempat yang sudah ditentukan yaitu Lokok Saong, Desa Benteng, Kecamatan Gangga yang dilakukan oleh sanak keluarga dari almarhum dan almarhumah. Pengambilan batu mesan dipimpin mangku dan kyai.
Batu mesan yang telah diambil, dibawa untuk disemayamkan di masjid selama satu malam. Di hari kedua, Hari Kamis, batu mesan yang telah di semayamkan di masjid di ambil kembali dan dibawa oleh sanak keluarga dibawa ke berugak / Berugak Agung, kekelat ( pusat upakara ) untuk dilakukan prosesi pencucian yang dipimpin oleh para kyai.
Ada 3 tempat/kolah yang berisi air. Air pertama untuk nyiramang secara biasa, kemudian pindah ke kolah yang ke dua untuk dibersihkan dengan wewangian berupa sabun, kemudian dipindahkan ke kolah yang ke 3 disucikan dengan air yang berisi kembang. Selanjutnya dibungkus dengan kain putih kemudian dikengkem ( disemayamkan / ditaruh / diinapkan ) satu malam di balik Berugak Agung.
Pada sore hari setelah Salat Ashar dilakukan meroah ngaji mesan dan meroah buka Alquran. Setelah Salat Isa dilanjutkan dengan prosesi mengaji Alquran yang dibaca oleh para kyai penghulu se Desa Tanjung.
Prosesi dilanjutkan dengan acara lemurut, yang merupakan prosesi pembersihan / pensucian kyai penghulu yang akan mengikuti upakara pada keesokan harinya berupa penyemprotan wangi wangian dan bedak pembersih kepada kyai penghulu yang dilakukan oleh keluarga terdekat, anak, istri, suami, cucu dsb. Kyai-kyai disimbolisasi sebagai arwah-arwah almarhum dan almarhumah yang harus disucikan. Acara lanjutan dilakukan pembacaan pepaosan dengan membaca kitab Tapel ADAM .
Hari ketiga, Hari Jumat
Pagi dilakukan prosesi membawa mesan ke pusara masing-masing almarhum dan almarhumah oleh sanak keluarganya dengan membawa dulang sanganan, lekesan, cerek dan pedupayan yang dipimpin oleh masing-masing kyai yang ditunjuk.
Prosesi ini dilakukan untuk mengganti batu mesan yang sudah ada dengan batu mesan yang sudah disucikan dengan melakukan zikir dan doa ditutup dengan membalurkan air presan ke batu mesan .
Prosesi selanjutnya, setelah pulang dari makam, dilakukan pengisian Ancak yang dipimpin oleh seorang kyai penghulu yang diawali dengan pembacaan doa oleh kyai.
Selanjutnya dilakukan pengisian ancak yang diawali dengan membuat nasi aji sejumlah almarhum dan almarhumah yang diupacarakan. Selanjutnya, runtutan ancak diisi dengan lauk pauk berisi ayam panggang, jajan-jajan salawat bermacam- macam, dan berbagai aneka ragam buah-buahan yang merupakan simbolisasi dari organ tubuh manusia . Misal, bubur putih dan bubur merah melambangkan darah merah dan darah putih dst.
Setelah pembuatan ancak selesai, prosesi lanjutanya adalah meroah selamat gawe Nyoyang dengan membaca qulhu Fateha, zikir, doa dan seterusnya yang dipimpin oleh kyai penghulu. Prosesi ini dilakukan sebelum Salat Jumat. Setelah itu makan begibung para undangan seluruhnya.
Pada baqda Salat Jumat, prosesi dilanjutkan dengan yerah sedeqah salawat “anak pati putu ning Adam ” ( almarhum dan almarhumah yang dikaryanin / digaweang / kerjakan ), diawali dengan hatamal Al’quran, dilanjutkan dengan nyerah sedeqah salawat tsb ( sedeqah selawat ini berupa bekal hidup almarhum dan almarhumah selama hidup di dunia matak masak sarwa sarwi merua sari ).
Dalam penyerahan sedeqah salawat tersebut dilakukan oleh wali penyerah dan wali penampi (penerima). Wali penyerah menyerahkan semua sedeqah salawat anak pati putu ning adam yang dibawa oleh sanak keluarga almarhum dan almarhumah dengan bahasa penyerah sbb.
” Adam hambawa , Muhamad nyerahaken, Allah Kang nerima, kasaksinin antuk malaikat Catur kiblat , malaikat jibrail , malaikal mikail , malaikat isrofil lan malaikat ijrail, wajib perlu karna Allah 3X Allahumassalliala sayyidina Muhammad, waala ali sayyidina Muhammad.
Sarwa sarwi merua sari 3x, perlu wajib karena Allah.
Selanjutkan wali penampi menerima penyerahan sadeqah salawat tersebut dengan bahasa yang sama dari pembayun penyerah.
Setelahnya dilanjutkan dengan doa yang dipimpin oleh salah seorang kyai pengulu dilanjutkan dengan prosesi salam-salam yang di ikuti oleh seluruh kekuarga besar dari almarhum-almarhumah yang di upacarakan.
Kemudian sedekah selawat diberikan kepada masing masing penghulu/kyai untuk dibagikan kepada yang berhak menerima. Sedangkan isi dari ancak dibagikan kepada keluarga-masyarakat yang mengikuti upacara tersebut.
Di balik acara Nyoyang setidaknya terselip tiga pesan moral. Pertama, ekspresi cinta kasih, bukti bakti dan kesetiaan anak cucu kepada leluhurnya. Kedua, momentum silaturrahmi keluarga besar. Ketiga, spirit gotong royong dan kebersamaan komunitas. Jelang Salat Ashar, prosesi Nyoyangpun tuntas. (***)