PETERNAK unggas lokal yang tergabung dalam Perhimpunan Peternak Unggas Rakyat (Petarung) Provinsi NTB mengadukan sejumlah persoalan terkait tata kelola perunggasan di Provinsi NTB saat ini.
Pengurus Petarung NTB yang terdiri dari Ketua Petarung, Christopher Brillianto bersama Sekretaris dan Bendahara Petarung NTB, Lisa Simanungkalit beserta beberapa anggota Petarung NTB pada Kamis, 7 September 2023 mendatangi Kantor Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Provinsi NTB. Mereka ditemui langsung Kepala Dinas, Muhammad Riadi beserta jajaran.
Dalam pertemuan ini, para pengurus Petarung NTB mengemukakan beberapa poin persoalan yang tengah dihadapi pengusaha unggas lokal saat ini.
Diantaranya, banyaknya telur luar ini terindikasi masuk dengan berbagai modus. Misalnya, menggunakan truk yang di atasnya berisi buah, atau snack-snack. Banyaknya telur yang masuk dari luar NTB menurut Petarung, mempengaruhi harga jual telur yang dihasilkan oleh peternak unggas lokal.
Saat ini, jumlah anggota Petarung di NTB sudah lebih dari seratus pengusaha. Dengan banyaknya masuk telur dari luar daerah, mengakibatkan terjadinya penurunan harga dan terancam merugikan pengusaha unggas lokal.
Mereka ingin agar pemerintah hadir melakukan pengaturan terhadap telur dari luar NTB. Menurut Lisa, bukan menjadi persoalan telur-telur dari luar daerah masuk. Tetapi volumenya harus diatur dengan mempertimbangkan kebutuhan dan produksi telur di dalam daerah.
Misalnya, kebutuhan telur di NTB dihitung berdasarkan jumlah penduduk 5,5 juta jiwa. Anggap saja, 2 juta penduduk ini mengonsumsi telur setiap hari. Artinya, kebutuhan telur sehari sebanyak 2 juta butir, atau 60 juta butir per bulan.
Saat ini peternak lokal mampu memenuhi produksi 1,5 juta sehari. Atau 45 juta butir perbulan. Seharusnya, telur boleh masuk ke NTB 500 ribu butir sehari, atau 15 juta butir perbulan. Sehingga terjadi keseimbangan. Tidak ada pihak yang dirugikan.
“Kita tidak membatasi telur luar masuk. Apalagi sekarang pasar bebas. Cuma kita ingin diatur dan diawasi oleh pemerintah, agar iklim usaha di dalam daerah juga terjaga. Karena perusahaan-perusahaan ini mempekerjakan tidak sedikit orang. Kalau terganggu, ekosistemnya bisa terganggu,” demikian Lisa.
Harapan Petarung, pemerintah hadir mengatur masuknya telur dari luar daerah secara ideal, agar tidak terulang kembali persoalan tahun-tahun sebelumnya. Dimana, membanjirnya telur di pasaran mengakibatkan banyaknya pengusaha unggas lokal tutup kandang dan mengistirahatkan karyawan.
Masih terkait persoalan yang diadukan. Di sisi lain, harga-harga kebutuhan bahan baku mengalami kenaikan dan sulit didapat.
Lisa menambahkan, kesulitan para peternak unggas lokal adalah harga bahan baku pakan yang cukup mahal, terutama jagung yang saat ini sudah mencapai Rp6.000/Kg.
“Selain mahal, kita juga kesulitan mendapatkan jagung. Padahal, katanya Provinsi NTB ini adalah sentra produksi jagung nasional. Tapi kita di dalam daerah kenapa kesulitan mendapatkannya, dan mahal. Ibaratnya, tikus mati di lumbung pangan,” ujarnya.
Di satu sisi harga telur lokal turun karena gempuran telur kiriman dari luar. Di sisi lain, harga bahan baku untuk pakan mengalami kenaikan terus menerus. Tidak saja jagung, peternak juga kesulitan mendapatkan bahan baku lain, seperti dedak. Karena itu, diharapkan pemerintah hadir untuk menjaga iklim investasi di dalam daerah tetap kondusif.
Kepala Dinas Nakeswan Provinsi NTB, Muhammad Riadi yang menerima langsung aduan Petarung NTB ini menyampaikan, sampai saat ini Disnakeswan Provinsi NTB tidak mengeluarkan rekomendasi untuk memasukkan telur hatchery.
Terhadap aduan tersebut, Riadi mengatakan akan menindaklanjutinya dengan berkoordinasi dengan stakeholders terkait, termasuk dengan Balai Karantina yang menjadi palang pintu di pelabuhan.
Riadi mengatakan, demikian juga dengan kesulitan mendapatkan bahan baku jagung. Ia menyarankan kepada para pengusaha unggas lokal untuk membentuk koperasi. Agar terkoordinir kebutuhan bahan bakunya.
“Kalau sudah ada koperasi, bisa dihitung berapa kebutuhannya sebulan, dan setahun berapa. Itu yang bisa kita sampaikan ke pengusaha-pengusaha jagung yang punya Silo. Dan persoalan yang dihadapi oleh peternak-peternak lokal ini juga akan kita sampaikan ke TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah),” demikian Riadi.(bul)