Mataram (Suara NTB) – Walikota Mataram, H. Mohan Roliskana mengakui gempuran pembangunan di Kota Mataram memicu pergeseran pemanfaatan lahan pertanian. Hal ini tidak bisa dihindari meskipun tetap berusaha semaksimal mungkin menjaga ekosistem sawah agar tetap terjaga.
Target produksi padi mencapai 25 ribu ton diharapkan bisa tercapai. “Memang pergeseran lahan dengan gempuran pembangunan ini tidak bisa dihindari,” kata Walikota dalam sambutannya saat menyerahkan bantuan alsintan kepada kelompok tani, Jumat, 8 September 2023.
Ia menyampaikan dengan luas ibukota Provinsi NTB itu mencapai 61,30 kilometer persegi hampir 60 persennya terbangun dan sisanya 30 persen masih menjadi lahan pertanian. Persoalannya adalah lahan pertanian ini bukan milik petani,melainkan sebagai petani penggarap.
Dampak dari pergeseran fungsi lahan pertanian lanjutnya, tentu menurunkan produksi dan terganggunya ekosistem pertanian. Namun demikian, pihaknya terus berupaya mempertahankan lahan pertanian. Salah satunya mengeluarkan regulasi berupa rencana tata ruang wilayah (RTRW) untuk mempertahankan lahan pertanian pangan berkelanjutan. “Secara otomatis dampak alih fungsi lahan ini akan terganggu biotik dan anbiotik. Selain itu, juga berpengaruh pada kondisi udara dan air,” terangnya.
Mohan memastikan target 25 ribu ton padi bisa tercapai tahun ini, sehingga petani diharapkan meningkatkan kemampuan dan lain sebagainya.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pertanian Kota Mataram, H. Irwan Harimansyah dikonfirmasi sebelumnya mengaku serba dilematis dengan alih fungsi lahan tersebut. Pasalnya, lahan pertanian di Kota Mataram bukan milik petani, melainkan segelintir pengusaha tertentu, sehingga jika dibutuhkan untuk pembangunan perumahan dan lain sebagainya maka akan terjadi alih fungsi lahan. “Masalahnya kebanyakan petani penggarap yang mengelola lahan milik segelintir orang,” terangnya.
Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2019 tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Mataram bahwa luas lahan pertaniam 1.414 hektar. Sementara, lahan pertanian pangan berkelanjutan 509 hektar. Irwan menegaskan, lahan pertanian pangan berkelanjutan harus dipertahankan. Salah satu caranya adalah memasifkan sosialisasi kepada pemilik lahan bukan ke petani penggarap. Kalaupun pemindah tanganan atau alih fungsi lahan untuk kepentingan investasi seharusnya diinformasikan kepada Dinas Pertanian Kota Mataram, supaya dilakukan pencatatan. “Jangan sampai kita tidak tahu kalau ada alih fungsi lahan,” katanya mengingatkan.
Pihaknya perlu mengetahui jumlah lahan pertanian di Kota Mataram karena berkaitan dengan bantuan yang diterima dari Kementerian Pertanian. Pihaknya menghindari pengalokasian bantuan fiktif agar tidak menimbulkan permasalahan hukum. “Itu nanti yang bahayanya kalau kita laporkan 1.414 hektar tetapi yang ada 950 hektar. Pasti akan bermasalah dan sangat saya jaga betul,” ujarnya.
Di satu sisi, fenomena alih fungsi lahan paling disebabkan oleh pembangunan perumahan, pertokoan, dan perkantoran. Hal ini tidak bisa dihindari dan instansi teknis mau tidak mau mengeluarkan rekomendasi. Kepala Dinas Perikanan ini meminta keterbukaan pemilik lahan jika lahan diajulan satu hektar maka harus dibangun sesuai pengajuan. “Jangan sampai yang diajukan 1 hektar malah dibangun setengahnya,” katanya mengingatkan. (cem)