Mataram (Suara NTB) – Meskipun kampanye peserta Pemilu 2024 di tempat pendidikan diperbolehkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui keputusan nomor 65/PU-XXI/2023 yang mengizinkan partai politik peserta Pemilu untuk melaksanakan kegiatan kampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan. Tapi KPU menegaskan bahwa tidak semua tempat pendidikan yang diperbolehkan jadi tempat kampanye.
Menurut anggota KPU NTB divisi Hukum, Yan Marli menjelaskan bahwa terdapat sejumlah pengecualian bagi kampanye di lembaga pendidikan bagi para caleg maupun partai politik di Pemilu 2024. Disebutkannya bahwa KPU akan melarang kampanye di sekolah yang siswa-siswinya belum memiliki hak pilih, seperti lembga pendidikan tingkat SMP, SD dan PAUD/TK.
“Sekolah yang siswa-siswinya belum punya hak pilih, seperti SMP, SD dan TK kampanye disekolah itu akan dilarang. Jadi kampanye di tempat pendidikan itu tidak semuanya di lembaga pendidikan, ada yang dikecualikan,” ujar Yan Marli pada Rabu, 6 September 2023.
Lebih lanjut disampaikan Yan Marli bahwa kampanye di lembaga pendidikan diperbolehkan. Namun ada persyaratan harus dipenuhi. Yakni, ada undangan dari pihak lembaga pendidikan sebagai penanggung jawab dan tidak menggunakan atribut partai atau atribut kampanye.
Jika tidak ada penanggung jawab kampanye di lembaga pendidikan atau sekolah tersebut. Maka, kampanye di lembaga pendidikan itu tidak diperbolehkan. “Kalau tidak ada berani jadi penanggung jawab kampanye. Maka tidak dibolehkan kampanye,” tegas dia.
Selain itu Yan Marli juga kembali menegaskan bahwa putusan MK tersebut pengecualian terhadap fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan dijadikan sebagai tempat kampanye yakni tidak boleh membawa atribut kampanye. Terkait aturan kampanye ini nanti lebih detailnya akan diatur dalam revisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu.
“Izin yang diberikan MK selama berkampanye itu diberikan syarat. Jika ada peserta pemilu yang datang kampanye di di fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan itu harus tanpa atribut kampanye. Jadi, boleh sosialisasi tapi, ada pengecualian tadi,” jelasnya.
Terakhir disampaikan Yan Marli bahwa masih ada ruang abu-abu dalam putusan MK tersebut yakni Tempat Ibadah yang menyatu dengan Lembaga Pendidikan. Akan sangat sulit untuk membedakannya, apakah peserta pemilu sedang berkampanye di tempat pendidikan atau tempat ibadah.
Oleh sebab itu, nantinya dalam hal pengawasan dan pemberian izin melaksanakan kegiatan kampanye. Harus benar-benar detail dan hati-hati supaya tidak menjadi rancau. “Pemberi izin berlokasi kampanye Ini harus berhati-hati kedepannya. Harus ditegaskan mana tempat Ibadah dan mana tempat pendidikan. Karena kalau lokasi kampanyenya di tempat ibadah tetap tidak boleh,” pungkasnya. (ndi)