Mataram (Suara NTB) – Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2023, Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) kini telah berubah menjadi Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau. Karena itulah KIHT yang berlokasi di bekas pasar Paok Motong Kecamatan Masbagik Kabupaten Lombok Timur (Lotim) dinilai sangat relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Asisten II Setda Provinsi NTB Dr. H Fathul Gani mengatakan, pihaknya bersama dengan Pemda Lombok Timur terus berkomunikasi dengan masyarakat setempat terkait dengan pemanfaatan Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau ini. Kawasan ini adalah lokasi industri rumahan yang memang disesuaikan dengan peraturan terbaru Kementerian Keuangan.
“Ini bukan karena Pemda Lotim kalah di PTUN, namun Pemda memang harus menyesuaikan dengan aturan yang terbaru. Perbedaan yang mendapat antara konsep lama dalam bentuk KIHT dengan Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau adalah luas kawasan serta pemanfaatan,” kata Fathul Gani kepada wartawan, Rabu, 6 September 2023 kemarin.
Ia mengaku masyarakat sempat berpikir bahwa KIHT ini adalah kawasan industri permesinan yang mengeluarkan asap seperti industri besar di Pulau Jawa. Namun sebaliknya, Aglomerasi ini adalah kawasan yang menampung industri rumahan yang bergerak dalam bidang produk hasil tembakau. Sehingga cocok dengan kebutuhan masyarakat.
“Ini manual, justru ini adalah industri rumahan yang menyerap tenaga kerja,” tegasnya.
Gani mengatakan, saat ini Aglomerasi Kawasan Hasil Tembakau tersebut sudah mulai beroperasi, hanya saja peresmiannya belum dilakukan. Sehingga direncanakan pada bulan September 2023 ini, Aglomerasi akan diresmikan oleh Gubernur NTB Dr H Zulkieflimansyah.
“Saya yakin teman-teman Pemda Lombok Timur bisa meyakinkan masyarakat bahwa kehadiran Agromerasi ini tak menimbulkan dampak buruk,” ujarnya.
Sebelumnya, Kabid Perkebunan Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Provinsi NTB H. Achmad Rifai mengatakan, sesuai dengan PMK terbaru, Aglomerasi merupakan kawasan pengumpulan atau pemusatan pabrik hasil tembakau dalam suatu tempat, lokasi, atau kawasan tertentu. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pembinaan, pelayanan, dan pengawasan terhadap pengusaha pabrik rokok.
Para penyelenggara atau pihak perusahaan tembakau yang akan mengisi kawasan Aglomerasi itu akan diseleksi oleh Kantor Bea Cukai. Dari informasi yang diperolehnya, sudah ada satu perusahaan pengolahan tembakau yang mengajukan diri menjadi penyelenggara.
“Kemarin kita sosialisasi ke perusahaan yang mengolah tembakau. Kita butuh penyelenggara. Nah siapapun yang berniat menjadi penyelenggara, silahkan mengajukan permohonan ke Bea Cukai. Sekarang sedang proses,” katanya.
Terkait dengan gugatan sekelompok warga terhadap KIHT ini ke PTUN Mataram, Rifai mengatakan bahwa Bagian Hukum Pemkab Lombok Timur sudah memberikan respons . Gugatan ke PTUN tersebut ada dua yaitu SK Bupati Lotim tentang penetapan lokasi KIHT, serta SK persetujuan pinjam pakai kawasan. Yang dinyatakan kalah adalah SK penetapan lokasi, sedang SK persetujuan pinjam pakai antara Pemda dan Provinsi tidak dibatalkan oleh PTUN sehingga kawasan ini tetap bisa beroperasi.
Menurutnya, Pemda kalah di PTUN karena sejatinya KIHT tidak masuk kawasan industri, yang mana mensyaratkan berdiri di lahan minimal 5 hektare. Hanya saja, statusnya bukan sebagai kawasan industri, melainkan sebagai Aglomerasi. Di Aglomerasi ini minimal kawasannya adalah 1 hektare dan dekat pemukiman.(ris)