Giri Menang (Suara NTB) – Banyak Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) yang tak masuk ke kas daerah Lombok Barat (Lobar), lantaran pajaknya oleh Pemkab Lobar akibat lokasi tambang galian C tersebut tak berizin. Terdapat 10 titik lokasi tambang yang ditemukan tak berizin di beberapa Desa di Lobar. Terkait itu, lokasi tambang Ilegal inipun akan maskimal disasar oleh pihak Bapenda untuk menambah pendapatan asli daerah (PAD).
PLT Kepala Bapenda Lobar, Hj Rosdiana mengatakan, pihaknya sedang berupaya memaksimalkan pajaK MBLB. Pasalnya, selama ini dari 14 titik galian C atau MBLB yang diidentifikasi, hanya 4 lokasi yang berizin sedangkan sisanya 10 titik tak berizin. “Yang 10 titik MBLB (galian) tidak bisa kita tarik pajaknya, kenapa? Karena belum berizin,” tegas dia, kemarin.
Untuk penanganan pajak galian C ini, pihaknya akan berupaya memaksimalkan kerjasama dan sinergi dengan OPD lain seperti Inspektorat, DLH, Pengembang dan WP agar mereka sadar mengurus izin dan bayar pajak. Selain pajak MBLB, pihaknya juga memaksimalkan pajak lain-lain seperti makan minum pemerintah Desa. Pihaknya pun sudah mensosialisasikan soal ini kepada pemerintah desa pada saat kegiatan BPJS Ketenagakerjaan yang digelar di aula kantor bupati.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Lobar, H. Abubakar Abdullah, meminta OPD terkait mengambil langkah tegas menertibkan puluhan titik galian C Ilegal yang beroperasi di daerah setempat. Pasalnya, keberadaan galian C ilegal ini, menggembosi PAD lantaran tak disetorkan ke daerah. Bahkan hampir 70 persen PAD dari pajak galian C ini hilang. Sementara dampak yang ditimbulkan sangat merusak lingkungan dan infrastruktur jalan di masing-masing wilayah galian C tersebut.
“Ini harusnya ditertibkan, itu hak kita daerah (Pajak),” tegas Ketua Komisi II DPRD Lobar ini. Menurut politisi PKS itu, memang pengurusan izin tambang berada di Pemerintah Provinsi, namun daerah Lobar sebagai lokasi yang ditambang memilikii hak untuk pajaknya. Sehingga ia meminta Pemda tegas dalam hal ini untuk melakukan penertiban. Tidak hanya pihak Bapenda namun juga pihak Satpol PP selaku penegak peraturan daerah (perda). “Itu dampak lingkunganya kita rasakan, terus apa kontribusinya buat daerah ? apakah dampak lingkungan yang dia timbulkan bisa sebanding dengan apa yang diberikan kepada daerah ?” tanya Abubakar.
Jika melihat aktivitas galian itu, tak sedikit material yang diangkut. Bahkan diduga itu menyuplai pembangunan perumahan baik itu di kawasan Lobar maupun Kota Mataram. Ia menilai semua aktivitas yang berada di daerah menjadi tanggung jawab kepala daerah selaku pemimpin daerah. Sehingga wajar jika harusnya Pemda tegas dan melakukan penertiban dan menegakan aturan. Karena menjadi hak daerah untuk mendapatkan pajak dari aktifitas itu. “Ini tidak gesit, tidak disiplin (aturan). Kalau disiplin daerah ini, ndak kita kekurangan PAD,” kritiknya. (her)