Mataram (Suara NTB) – Presiden Joko Widodo (JOkowi) menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 28 Tahun 2023 tentang Perencanaan Terpadu Percepatan Pengelolaan Perhutanan Sosial. Pemerintah berupaya mempercepat perluasan Perhutanan Sosial ini hingga mencapai target 7,38 juta hektar secara nasional di tahun 2030 mendatang.
Pelaksanaan Perhutanan Sosial ini sendiri memerlukan kolaborasi antarkementerian, lembaga, pemerintah daerah, maupun lembaga swadaya masyarakat, serta pihak lainnya yang terkait. Di Provinsi NTB digelar Koordinasi Percepatan Perhutanan Sosial Pasca Terbitnya Perpres 28 Tahun 2023 yang berlangsung selama dua hari.
Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi NTB Samsudin, M.Si., mengatakan, koordinasi ini dilakukan dalam rangka menjalim kolaborasi dan sinergi untuk mewujudkan konsep Perhutanan Sosial yang memberi dampak langsung bagi masyarakat.
“Sehingga bukan hanya Dinas Kehutanan saja yang mengelola kehutanan, namun bersama-sama dengan OPD lain. Sehingga kita gandeng Bappeda, NGO dan pihak lainnya agar bagaimana Perhutanan Sosial itu betul-betul memberi kontribusi,” ujar Samsudin kepada Suara NTB, Selasa, 5 September 2023.
Menurutnya, dalam hal ini DLHK menyiapkan bahan baku, kemudian OPD yang lain semisal Dinas Perindustrian menyiapkan industri bidang kehutanan sosial yang nantinya akan memberi dampak ekonomi masyarakat. Begitu juga OPD lainnya memiliki peran yang sangat strategis dalam mewujudkan konsep ini.
Di Provinsi NTB sudah ada 82 ribu hektar Perhutanan Sosial di NTB dari target 285 ribu hektar di tahun 2030, sehingga untuk memenuhi target ini dibutukan kolaborasi dan sinergi lintas sektor.
“Namun memang tak mudah, bagaimana kita memetakan ulang mana saja yang selama ini memasuki kawasan dengan legal. Ada juga yang merambah untuk ditanam tanaman semusim, ini kan butuh kita legalisasi ini sesuai aturan,” ujarnya.
Perhutanan Sosial adalah program pemberian izin pengelolaan hutan negara kepada warga setempat, termasuk masyarakat adat. Bentuknya bisa melalui hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan adat, dan kemitraan kehutanan. Sejauh ini program tersebut telah melibatkan sekitar 1,2 juta kepala keluarga se Indonesia.
Pemenuhan target amat penting karena perhutanan sosial terbukti manjur melestarikan ekosistem hutan ataupun memulihkan ekosistem yang rusak sebagai ‘paru-paru’ suatu wilayah. Pengelolaan hutan negara oleh warga juga mampu menurunkan angka kemiskinan di pedesaan. Harapannya, pembangunan berkelanjutan yang sesungguhnya dapat dirintis dari desa.
Dalam Pasal 6 Perpres Nomor 28 Tahun 2023 tentang Perencanaan Terpadu Percepatan Pengelolaan Perhutanan Sosial, pemerintah menetapkan berbagai strategi percepatan perhutanan sosial. Mulai dari penentuan skala prioritas dalam pemberian akses legal, penanganan konflik tenurial (batas tanah) dalam kawasan hutan, dan penguatan mekanisme hingga percepatan pemberian persetujuan pengelolaan hutan.(ris)