Mataram (Suara NTB) – Sisa utang jangka pandek Pemprov NTB per tanggal 1 September 2023 sebesar Rp 104 miliar dari total Rp639,4 miliar sesuai dengan yang tercantum dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Dengan demikian, total sisa kewajiban Pemprov NTB untuk tahun 2022 tinggal 16 persen.
Asisten III Setda NTB H. Wirawan Ahmad mengatakan, proses pembayaran utang tersebut terus meningkat setiap hari. Berdasarkan hasil koordinasinya dengan bendahara umum daerah, minimal belanja pemerintah untuk membayar utang sekitar Rp1,5 miliar.
“Kalau kita asumsikan dari 25 hari kerja selama satu bulan, maka sekitar Rp 37 miliar (yang terbayar-red), maka asumsinya bulan November itu clear,” kata Wirawan Ahmad, Selasa, 5 September 2023.
Menurutnya, jumlah pembayaran utang tersebut bisa diakselerasikan jika ada kas daerah yang masuk dalam jumlah yang besar. Misalnya berupa transfer dana bagi hasil keuntungan bersih dari PT. AMNT sebesar Rp104 miliar tahun 2020 – 2021 tersebut.
“Jadi kita menempatkan pembayaran utang itu sebagai prioritas, selain belanja wajib. Seperti gaji, bayar listrik, BBM dan lain sebagainya itu kan tak bisa ditunda. Nah selain belanja wajib itu, pembayaran utang jadi prioritas,” terangnya.
Sementara itu kewajiban pembayaran untuk tahun 2023, Pemprov NTB saat ini sedang membahas KUA-PPAS dan kemudian rancangan APBD Perubahan 2023. Dalam pembahasan tersebut telah disepakati ada rasionalisasi sebesar Rp100 miliar.
“Mengapa kita perlu melakukan rasionalisasi dalam rangka menyesuakan realisasi pendapatan dan realisasi belanja. Sehingga dengan dipangkasnya beberapa item target pendapatan yang kita pastikan tak memenuhi target, maka belanjanya-pun ikut terpangkas. Sehingga di akhir tahun taka ada gap yang besar antara pendapatan dan belanja,” terangnya.
Wirawan menerangkan,Pemprov NTB ingin menapaki tahun 2024 dengan status nihil utang atau setidaknya kewajiban pembayaran tinggal sedikit. Syaratnya yaitu semua estimasi pendapatan di tahun anggaran 2023 ini bisa terealisasi dengan baik. Tentunya berdasarkan kerangka regulasi yang jelas.(ris)