Mataram (Suara NTB) – Sidang perdana perkara dugaan suap dan gratifikasi dalam pengelolaan dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sumbawa tahun 2022 digelar di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Mataram, Senin, 5 September 2023.
Sidang dengan agenda pembacaan surat dakwaan tersebut terungkap dr. DHB selaku Direktur RSUD Sumbawa periode 2018-2023 menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sejumlah program pengadaan yang dilakukan di RSUD tersebut.
“Bahwa untuk kegiatan pengadaan barang dan jasa pada RSUD Sumbawa untuk tahun 2022 terdakwa telah menerima uang yang diperoleh baik dalam kedudukan sebagai Direktur RSUD dan juga sebagai PPK,” kata Jaksa penuntut umum Indra Zulkarnaen di hadapan Majelis Hakim dengan hakim ketua Jarot Widiyatmono, kemarin.
Indra melanjutkan, dari sejumlah paket pengadaan tersebut terdakwa telah menerima uang sebesar Rp1,4 miliar salah satunya pengadaan alat kesehatan melalui e- katalog. Uang itupun terungkap digunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa. “Semua uang yang diterima untuk kepentingan pribadi terdakwa,” sebutnya.
Indra pun merincikan, terdakwa menerima uang dari sejumlah rekanan pengadaan barang dan jasa melalui MZ dan LK dengan jumlah Rp1,2 miliar. Uang itupun diterima selama periode Januari hingga Desember tahun 2022. “Uang dari rekanan pengadaan, diterima oleh MZ dan LK yang kemudian diberikan ke terdakwa baik secara transfer maupun cash,” jelasnya.
Dalam uraian dakwaan penuntut terdakwa didakwakan melanggar pasal 12 huruf e juncto Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Eksepsi Terdakwa
Surahman selaku Penasihat Hukum dr. DHB melakukan eksepsi atas dakwaan penuntut umum. Dia menuding dalam kasus ini Jaksa penuntut umum telah melakukan penerapan hukum yang keliru. “Ada beberapa eksepsi yang akan kami sampaikan nanti sebagaimana diamanatkan dalam KUHAP yang pada intinya terkait penerapan hukum yang keliru,” sebutnya.
Dia melanjutkan, dakwaan tersebut dibuat tidak dengan cara yang benar dan tidak menyangkut hal tentang benar atau tidak benarnya sebuah tindak pidana yang didakwakan kepada kliennya. “Dakwaan sudah kita terima setelah kami cermati disitu tanpa ada kerugian negara, sehingga klien kami di duga melakukan Tindakan Pemerasan dan menerima uang sejumlah Rp1,4 miliar,” tukasnya. (ils)