FORUM DAS LH NTB bersama stakeholder menggelar Rapat Koordinasi Pengembangan Kelembagaan / Forum Peduli DAS Provinsi NTB Tahun 2023 di Mataram, Jumat, 1 September 2023. Rapat tersebut menghadirkan pembicara Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian Daerah Aliran Sungai (P3DAS), Ditjen Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung, Kementerian LHK Dr. Muchamad Saparis Soedarjanto, Ketua Fordas LH NTB Dr. Markum, Kadis LHK Provinsi NTB Julmansyah dan pembicara lainnya.
Ketua Fordas LH NTB Dr. Markum dalam kesempatan tersebut memaparkan terkait dengan Perubahan Iklim dan Tantangan Pengelolaan DAS di NTB. Ia mengatakan, merujuk pada SK Menteri LHK No. 304/MenLHK/2018 tentang penetapan Peta DAS, jumlah DAS di Provinsi NTB sebanyak 1.200 dengan rincian 416 DAS di Lombok dan 784 DAS di Pulau Sumbawa.
“Berdasarkan peta, ada 30 persen DAS yang bisa dipulihkan dan 70 persen DAS dipertahankan,” ujar Markum.
Ia membeberkan sejumlah isu menarik dalam hal pengelolaan DAS di NTB. Yang pertama yaitu pengelolaan hutan dan lahan, kemudian terkait air dan sampah, kebijakan yang terkait dengan pro lingkungan serta perubahan iklim.
“Namun sebenarnya kalau kita lihat, ada sejumlah inisiasi yang sudah dilakukan oleh pemerintah daerah dalam kerangka kita melihat perubahan sumberdaya alam yang kita punya. Misalnya yang berkaitan dengan regulasi daerah, kita sudah punya RAD API, RAD Mitigasi, dan sekarang kita sedang mendorong adanya dokumen tentang Pembangunan Rendah Karbon Kerketahanan Iklim,” ujarnya.
Provinsi NTB juga sudah memiliki sejumlah kelembagaan yang sudah terbentuk saat dokumen kebijakan tersebut dilahirkan misalnya Satgas dan Pokja. Kemudian adanya praktek-praktek aksi mitigasi serta praktek serta aksi mitigasi.
Dalam kesempatan tersebut Markum kembali menyampaikan peran dan tugas Fordas di NTB yang meliputi empat hal yaitu membantu menyusun perencanaan dan melakukan pengawasan dalam implementasi pengelolaan DAS.
Kemudian melakukan analisis kritis tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada karakteristik DAS, membangun kolaborasi dan mengembangkan jejaring FORDAS dengan para pihak. Dan yang terakhir yaitu memberikan masukan tentang pengelolaan DAS berkelanjutan kepada pengambil kebijakan, dalam hal ini kepada Gubernur NTB.
Sementara itu Direktur P3DAS Dr. Muchamad Saparis Soedarjanto memaparkan isu-isu pengelolaan DAS dalam konteks kelembagaan, terutama kondisi terkini berdasarkan kejadian dan kondisi umum di seluruh wilayah yaitu pertama perlunya kelembagaan pengelolaan DAS, baik di Kementerian/Lembaga, OPD, Tata hubungan kerja berdasarkan regulasi, serta PP 37 Tahun 2012.
Selanjutnya, perlunya pembinaan kapasitas daerah dan masyarakat yang meliputi pembinaan kapasitas daerah hingga peningkatan kapasitas perencanaan pengelolaan DAS, pelaksanaan dan pengawasan. Selanjutnya memberi pemahaman makna pengelolaan DAS secara utuh yang dibantu oleh Fordas.
Isu selanjutnya kata Safaris adalah pendekatan ruang. Di mana kunci pengelolaan DAS ialah penanganan komprehensif dan integratif dari hulu ke hilir dengan konsep Zero Delta Runoff. Namun tantangannya yaitu integrasi lintas instansi serta transdisiplin.
“Pengelolaan DAS juga perlu dengan pendekatan HITS yaitu Holistik, Integratif, Tematik, dan Spatial,” ujarnya.
Hal yang tak kalah pentingnya yaitu dibutuhkan pendanaan tepat dan kolaborasi berkelanjutan untuk memperoleh hasil yang tepat. Misalnya anggaran dari APBN yang terintegrasi dengan melakukan penyusunan rencana penanganan terintegrasi misalnya dengan menggunakan APBD, dana CSR, imbal jasa lingkungan dan sumber lainnya yang tidak mengikat.
Aspek pengawasan dan pengendalian juga sangat penting di isu pengelolaan DAS ini. Hal ini meliputi law enforcement yaitu kemampuan penegakan hukum yang menyebabkan degradasi DAS akibat ilegal logging dan galian C, kemudian perubahan tata guna lahan, budidaya tanaman yang tidak ramah lingkungan, dan ekstraksi air tanah berlebihan. Kemudian dibutuhkan peningkatan kapasitas penegakan hukum untuk meminimalisir kerusakan DAS;
“Melibatkan peran masyarakat di semua tingkat wilayah pemerintahan untuk melaksanaan pengawasan terhadap pengelolaan DAS,” terangnya.
Yang terakhir yaitu dibutuhkan inovasi dalam rangka pengelolaan DAS ini. Inovasi yang dibutuhkan seperti pengembangan platform dan diseminasi data dan nformasi, memanfaatkan ilmu pengetahuan dan data empiris lapangan sebagai basis penyusunan rencana Pembangunan.
Inovasi lainnya seperti pembangunan dengan pendekatan berbasis alam, meminimalisir pembangunan grey infrastructures, pembangunan yang adaptif terhadap upaya pelestarian air di wilayah pemukiman.
Sementara itu Kadis LHK Provinsi NTB Julmansyah mengatakan, terdapat perbedaan cara pengelolaan DAS di Lombok dengan di Pulau Sumbawa lantaran karakteristiknya yang berbeda. Di Sumbawa ada dua DAS besar yang salah satunya menjadi prioritas nasional yaitu DAS Moyo. Kemudian DAS Sari yang sangat strategis di Pulau Sumbawa. Namun jika dilihat dari tutupan lahan, kedua DAS ini sebagain besar tutupan lahannya di luar kawasam hutan.
“Untuk mendukung pengelolaan DAS tidak mungkin Kementerian LHK sendiri yang menangani. Diperlukan upaya-upaya kolaboratif sinergis antar kabupaten/kota atra para pihak terutama water user dan PDAM yang semestinya memberikan imbal jasa air kepada masyarakat di hulu. Mudahan dengan dengan keberadaan Forum DAS NTB bisa memperkuat kolaborasi antar pihak yang ada di NTB,” katanya.(ris)