Mataram (Suara NTB) – Masifnya pembangunan fisik di atas lahan produktif dengan dalih investasi di Kota Mataram berimplikasi terhadap semakin menyusutnya lahan pertanian. Sejumlah 25 hektar lahan pertanian di tahun 2022 beralih fungsi. Dampaknya petani penggarap kehilangan pekerjaan.
Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura pada Dinas Pertanian Kota Mataram Umar Ismail ditemui, Senin, 19 Juni 2023 menyampaikan, data Dinas Pertanian Kota Mataram di tahun 2022 bahwa luas lahan pertanian mencapai 1.497,26 hektar. Jumlah ini mengalami penurunan di tahun 2023 menjadi 1.472,72 hektar atau penyusutan mencapai 25 hektar.
Di satu sisi, data Kementerian Agraria Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional bahwasanya lahan sawah dilindungi (LSD) Kota Mataram 1.414,43 hektar. “Jadi angka terakhir lahan pertanian di Kota Mataram mengalami penyusutan mencapai 25 hektar,” sebut Umar.
Di tahun 2023, penyusutan lahan pertanian sangat nyata terjadi di Lingkungan Tohpati, Kelurahan Cakra Utara. Lahan pertanian seluas 5 hektar digunakan untuk proyek pembangunan sirkuit. Umar mengakui, lahan pertanian di Mataram lebih banyak dikuasai oleh perusahaan atau pemodal, sementara petani yang bekerja berstatus petani penggarap. Artinya, sewaktu-waktu pemilik lahan memanfaatkan lahan itu untuk kepentingan investasi atau bisnis.
Faktor lain memicu masifnya alih fungsi lahan adalah kebutuhan masyarakat misalnya petani rela melepas sawah mereka dengan nilai mahal. Misalnya, harga per are tanah di Kota Mataram mencapai Rp200 juta. Masyarakat menjual tanahnya dan membeli di daerah lain dengan harga murah. “Mereka bisa beli dengan harga segitu dan bisa dapat satu hektar,” jelasnya.
Umar mengatakan, kebutuhan masyarakat tidak bisa dihindari meskipun pemerintah telah berupaya mengkomunikasikan dengan petani agar tidak menjual lahan mereka. Di satu sisi, pemerintah juga tidak bisa memberikan kompensasi kepada petani agar tidak menjual lahan mereka untuk kepentingan pembangunan.
Dampak alih fungsi lahan ini dirasakan dampaknya oleh petani penggarap. Mereka akan kehilangan pekerjaan dan memicu bertambahnya angka kemiskinan. “Dari 22 ribu kemiskinan ekstrem di Mataram sebagian besar itu adalah petani penggarap,” ujarnya.
Namun demikian, alih fungsi lahan ini disiasati dengan menggerakan masyarakat dengan memanfaatkan lahan pekarangan sebagai tempat menanam sayur-sayuran dan kebutuhan dapur lainnya. Upaya ini mulai dioptimalkan bekerjasama dengan Tim Penggerak PKK Kota Mataram. “Kita nanti ada lomba pemanfaatan lahan pekarangan karena satu kelurahan minimal memiliki satu program pangan lestari,” demikian kata dia. (cem)