Tanjung (Suara NTB) – Di antara banyak kasus asusila yang menimpa anak-anak di bawah umur sebagai korban, ada peran penyalahgunaan informasi teknologi (IT) di dalamnya. Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Lombok Utara bahkan terang-terangan, di antara kasus yang ditangani belakangan ini, dominan merupakan dampak penggunaan aplikasi “Open Booking” (Open BO).
“Beberapa kasus yang kita temukan, ternyata melalui aplikasi Open BO. Ternyata ini lagi nge-trend,” ujar Dewan Pembina LPA KLU, Bagiarti, S.H., Senin, 19 Juni 2023.
Kasus asusila karena aplikasi mulai dijumpai pada kasus di akhir 2022 dan kasus tahun 2023 ini. Di tahun-tahun sebelumnya, asusila karena “orderan” lewat online ini belum pernah terjadi.
“Ini juga jadi istilah baru. Melalui media online, melalui open BO bisa terjadi tawar menawar. Sampai harga berapa ketahuan,” sambungnya.
Pria yang juga Anggota Komisi I Bidang Hukum dan Pemerintahan DPRD KLU ini menegaskan, kasus karena Open BO ini sendiri terbongkar dari adanya laporan korban. Selama proses advokasi berlangsung, LPA tentu menelusuri sampai pada alat komunikasi yang dilakukan. Dari HP korbanlah, diketahui adanya percakapan dunia maya antara pelaku, korban, serta mucikari.
Celakanya lagi kata politisi Demokrat ini, yang bertindak selaku mucikari juga tergolong masih berusia di bawah umur, dan tidak berdomisili di Lombok Utara. “Kita-kita yang masuk Pemuda 74 (kelahiran 1974) kaget, pengaruh IPTEK sudah sejauh ini. Kasus 2022 saja yang kita tangani di 2023, 5 kasus karena Open BO. Jadi, perlu ada langkah preventif baik dari sisi orang tua, guru dan kepala sekolah, bahkan pemerintah untuk mengawasi penyalahgunaan Iptek di kalangan anak-anak sekarang,” terangnya.
Bagiarti juga menyoroti adanya kasus asusila yang pernah terjadi di lingkungan instansi pendidikan, yakni sekolah, serta menyeret oknum guru sebagai pelaku. Menurut dia, kasus tersebut tidak bisa dipandang sepele apalagi dengan memberikan sanksi ringan. Pasalnya, profesi guru adalah profesi mulia. Di dalamnya melekat tanggung jawab moril untuk mengajarkan anak didik dalam bentuk pelajaran tertulis, tata krama, etika, sopan santun, dan pelajaran tidak tertulis lainnya.
“Sangat memprihatinkan di KLU dengan terjadinya kasus kekerasan seksual anak di bawah umur. Apalagi kasusnya dilakukan oknum tenaga pendidik. Saya kadang berpikir, ada apa dengan KLU ini? Apa yang kurang?,” tandas Bagiarti. (ari)