Mataram (Suara NTB) – Sebanyak 24 calon pekerja perempuan asal NTB digagalkan berangkat bekerja ke Timur Tengah secara ilegal. Mereka adalah korban perdagangan orang. Sebelumnya, sebanyak 22 perempuan calon Pekerja Migrant Indonesia asal NTB juga dipulangkan, setelah digerebek oleh Polda Metro Jaya dan hendak diberangkatkan ke Timur Tengah.
24 PMI yang gagal berangkat ini tiba di Kantor BP2MI NTB di Mataram, siang, Senin, 19 Juni 2023 setelah dijemput di Pelabuhahn Lembar, Lombok Barat. Mereka di BAP terlebih dahulu, sebelum dipulangkan kembali ke rumah masing-masing. 24 PMI korban perdagangan orang ini dirinci. 4 orang dari Kabupaten Lombok Timur. 9 orang dari Kabupaten Lombok Barat. 4 orang dari Kota Mataram, dan 3 orang dari Kabupaten Dompu. 5 orang dari Kabupaten Bima. Dan 3 orang dari Kabupaten Lombok Tengah.
“Ke 24 orangnya adalah perempuan. Tapi ada 2 laki-laki juga yang rencananya akan diberangkatkan ke Jepang secara gelap. Dari KLU dan Lombok Tengah. Digagalkan berangkat dari Surabaya. Total 26 orang yang dipulangkan hari ini,” kata Kepala BP2MI NTB, Mangiring Hasoloan Sinaga. Dia menyebut, ke 24 calon PMI ini dipulangkan dari Lampung. Setelah digerebek oleh Polda setempat di salah satu rumah penampungan. Dari Lampung ke Surabaya, lalu ke Lombok dan ke Sumbawa, biaya pemulangannya ditanggung oleh BP2MI.
“Kita sedang dalam situasi darurat PMI illegal. Karena faktanya, dari semua penggagalan pemberangkatan bekerja ke luar negeri secara unprosedural, hampir dipastikan selalu ada orang NTB. Makanya butuh penanganan bersama dari semua stakeholders terus menerus,” demikian Sinaga. Salah seorang dari calon PMI yang digagalkan berangkat ini, Nurul Aini dari Kota Mataram menjelaskan ikhwal ia menjadi korban perdagangan orang.
Awalnya, ia dikenalkan oleh tukang laundry di Mataram, kepada sponsor. Setelah berkomunikasi melalui handphone, tanggal 3 Mei 2023 ia diberangkatkan ke Jakarta. Sampai di bandara di Jakarta, ia sudah ditunggu oleh seseorang yang kemudian membawanya ke salah satu penampungan di Bogor. Disana kondisi kesehatannya menurun. Kemudian dibawa ke rumah sakit dan diinfus. Hampir dua minggu ia menjalani perawatan kesehatan.
Tanggal 31 Mei 2023, ia dan teman-temannya digrebek oleh aparat Kepolisian daerah setempat. “Kami kena gerebek dan dibawa ke sebuah Lorong bawah tanah. Disembunyikan di sana. Setelah Polisi pergi, dibilang sudah aman,” ceritanya. Lalu tanggal 1 Juni 2023, mereka dibawa menuju Lampung. Disana ditempatkan di sebuah ruumah tanpa diketahui pemiliknya.
“Disana kami minta pulang ke Lombok, tapi dibolehkan pulang kalau ditanggung sama sponsor. Kalau ditanggung bisa, kalau ndak tunggu saja,” tambahnya. Lalu setelah dua hari, Pola Lampung melakukan penggerebekan. Dari penggerebekan inilah mereka kemudian diangkut ke Polda setempat dan diintrograsi. Lalu diproses pulang ke Surabaya, hingga sampai di Lombok kembali.
“Janji awalnya kami akan dikirim ke Dubai. Ada juga yang ke Saudi Arabia. Katanya sudah ada paspor, diurus. Tapi kita ndak tau ada atau ndak paspornya. Ndak dikasi pegang. Saat pemberangkatan tidak ada mengeluarkan biaya. Malah dikasi uang Rp2 juta ,” ceritanya. (bul)