Tanjung (Suara NTB) – Lintas Komisi DPRD Kabupaten Lombok Utara (KLU) melakukan inspeksi mendadak (sidak) di Gili Trawangan, pekan lalu. Di sana, DPRD mengunjungi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Gili Trawangan. DPRD lantas mendapati banyak peralatan TPST yang diadakan pada kisaran tahun 2019 lalu tidak termanfaatkan alias mangkrak.
Di antara jajaran DPRD yang turun ke Gili Trawangan antara lain, Ketua Komisi I, Raden Nyakradi, S.Pd., Anggota Komisi I, Ketua Komisi III, Nasrudin, S.HI., serta anggota-anggota Komisi, yaitu Bagiarti, SH., Nurhardin, S.Ag., dan Yusuf, S.Pd.I.
Nyakradi kepada Suara NTB, Jumat, 16 Juni 2023 mengatakan, pihaknya sengaja turun ke Gili Trawangan untuk melihat kondisi terkini persampahan di objek wisata internasional itu. Dengan mulai normalnya angka kunjungan ke Trawangan, DPRD meyakini persoalan “klasik” sampah ikut bergerak dinamis.
“Kami turun mengecek aset yang sudah dibeli, termasuk melihat pemanfaatan bantuan pusat di TPST, bagaimana tindak lanjutnya. Setelah tiba di sana, ternyata pengelolaan sampah di TPST dan TPA Gili Trawangan tidak maksimal,” ungkap Nyakradi.
Menurut Nyakradi, sampah di area 25 are lahan TPST tampak menggunung. Di dekat bangunan itu pula, mesin alat berat, prasarana IPAL, teronggok seperti material yang tidak berguna. “Alat berat, peralatan lain banyak tidak terpakai. Betul-betul mangkrak, terkesan seperti proyek sia-sia,” cetusnya.
DPRD kata dia, menyadari pola kemitraan yang dilakukan Dinas LH dengan Forum lingkungan setempat. Hanya saja, disayangkan Nyakradi, dinas seperti tidak berperan maksimal dalam mengawal pengolahan di lapangan. Di sisi lain, Pemdes Gili Indah juga terkesan ditinggal untuk mengurus masalah di desa itu.
Pada kunjungan pekan kemarin, DPRD juga tidak melihat ada aktivitas pemisahan sampah, atau pengolahan sampah menjadi bahan ekonomi seperti hajat pemerintah pusat. Padahal, pada proyek TPST dan IPAL KLU, diadakan oleh pusat senilai Rp 28 miliar.
“Mirisnya lagi, tumpukan sampah sudah melewati tanah sebelah milik warga. Rencana awal pengelolaan yang berkelanjutan tidak terlihat di lapangan. Beberapa kendaraan tidak terpakai, perlengkapan seperti plastik besar, menumpuk begitu saja, barang jadi sia-sia,” imbuhnya.
Pihaknya lantas meminta agar Pemda Lombok Utara berkoordinasi dengan Balai Prasarana Permukiman wilayah NTB Kementerian PUPR selaku pihak yang terlibat menyerah-terimakan proyek yang dikerjakan tahun 2019 itu.
“Mengapa sampai ada tumpukan material yang tidak digunakan. Kalau memang ini ada tindaklanjutnya, jangan sampai ada kesan pembiaran sehingga material menjadi tidak termanfaatkan,” pungkasnya.
Untuk diketahui, proyek TPST dan IPAL diterima Pemda KLU dari BPPW NTB. Proyek tersebut dibangun tahun 2019 senilai Rp 28 miliar. Saat diserahterimakan, sejumlah pejabat di KLU hadir, antara lain, Assisten II Bidang Ekonomi Pembangunan, Kepala DLHPKP KLU, Kabag Pembangunan, Bagian Aset, BPN dan Dinas Perhubungan Lombok Utara.
Terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup KLU, Drs. Rusdianto, mengakui pengolahan sampah di TPST Gili Trawangan belum optimal. Kendati ia mengklaim, jika pengendalian sampah dari sumber ke TPST yang melibatkan KSM di Trawangan telah berhasil menekan keluhan baik dari warga dusun maupun pengusaha. “Tidak ada keluhan, Kadus dan pengusaha sudah kita tanya. Tapi memang dalam pengolahan sampah, belum optimal karena ada beberapa kendala,” ucapnya.
Beberapa kendala teknis disampaikan Rusdianto, meliputi kursngnya tenaga pemilahan di TPST, tidak adanya peralatan pendukung, serta anggaran untuk mengakomodir operasional. “Sangat dibutuhkan adalah eksavator mini, tidak mungkin tumpukan eksisting kita bongkar secara manual kecuali ada bantuan alat. Betul bahwa dalam kunjungan ke Trawangan, DPRD dari Komisi I, Komisi II dan Komisi III turun lengkap. Terhadap hal itu mereka juga sangat mengharapkan dukungan untuk melengkapi kekurangan untuk penanganan,” tandasnya. (ari)