Mataram (Suara NTB) – Pembahasan anggaran Pilkada NTB tahun 2024 oleh KPU dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemprov NTB masih berlangsung alot. Sebab sampai dengan saat ini pembahasan besaran anggaran yang akan dialokasikan untuk pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) NTB itu belum bisa final.
Melihat masih alotnya pembahasan anggaran untuk Pilgub NTB itu, pemerhati pemilu dari Pusat Studi Demokrasi dan Kebijakan Publik (Pusdek) UIN Mataram, Dr. Agus menegaskan bahwa pemerintah harus segera bisa memberikan kepastian dan kejelasan terkait dengan alokasi anggaran Pilkada sesuai dengan kebutuhan. Sebab itu sudah menjadi amanat dari undang-undang.
“Termasuk soal anggaran Pilkada, jangan sampai kita mau berpilkada tapi tidak siap dengan anggarannya. Padahal soal anggaran Pilkada itu sudah jelas agendanya, sehingga paling tidak saat ini sudah ada kepastian terkait alokasi anggaran,” katanya.
Agus yang juga pernah menjadi penyelenggara pemilu KPU NTB itu mengungkapkan alasannya kenapa alokasi anggaran Pilkada itu harus segera dipastikan. Karena selain soal tekhnis penganggaran yang harus masuk 40 persen pada tahun 2023 ini dan 60 persen padan 2024. Juga penting melihat situasi politik.
“Gubernur akan selesai pada September ini, nah Pilkada besok ini tidak ada petahana, lalu jangan sampai karena tidak ada incumbent maka anggran Pilkada kurang dukungan. Karena itu harus ada segera kepastian,” katanya.
Diketahui KPU NTB pada awalnya mengajukan proposal kebutuhan anggaran Pilkada sebesar Rp377 miliar. Namun angka itu dirasionalisasi lagi menjadi Rp250 miliar. Namun demikian TAPD masih terus berencana untuk melakukan rasionalisasi lagi sampai 50 persen.
Mendengar hal itu Komisioner KPU NTB, Yan Marli mengatan bahwa Pemprov tak boleh asal pangkas karena penyusunan usulan anggaran dilakukan dengan berbasis pelaksanaan tahapan dan program Pemilu yang mengacu kepada ketentuan yang diatur oleh Menteri Keuangan terkait belanja barang.
Sebab itu, dikhawatirkan jika dana Pilkada NTB dipangkas 50 persen dari usulan awal, maka itu akan berpotensi mengganggu tahapan dan program. “Tidak boleh ada program dan tahapan dihilangkan, karena alasan tidak ada anggaran,” tegasnya.
Dijelaskan Yar Marli bahwa kenaikan usulan dana Pilkada NTB bukan tanpa alasan. Di antaranya, ada kenaikan honorarium petugas ad hoc. Kemudian kenaikan jumlah pemilih dibandingkan Pilkada 2018. Maka secara otomatis akan berdampak terhadap peningkatan biaya bagi pengadaan logistik pemilu. Misalnya surat suara dan lainnya. Begitu juga dengan penambahan jumlah TPS. “Jadi itu semua kita susun berbasis data,” jelasnya.
Namun demikian, ia mengaku KPU NTB masih akan mempelajari terkait keinginan Pemprov untuk memangkas 50 persen usulan dana Pilkada NTB. “Kita akan pelajari soal itu. Karena nanti Gubernur dan Bupati/Wali Kota se NTB nanti akan menandatangani kesepakatan pola sharing anggaran Pilkada serentak 2024,” pungkasnya. (ndi)