Mataram (Suara NTB) – Provinsi NTB dinyatakan darurat pekerja luar negeri, atau Pekerja Migran Indonesia (PMI/TKI) ilegal. Lantaran, dalam setiap pengungkapan kasus perdagangan orang (TPPO), hampir selalu ada warga NTB di dalamnya. “Bisa dicatat, NTB darurat PMI illegal. Dalam setiap penggagalan pemberangkatan bekerja ke luar negeri, kemanapun, selalu ada orang NTB,” ujarnya.
Karena itu, diperlukan langkah-langkah penanganan yang strategis bersama seluruh unsur terkait. Dari pemerintah pusat, daerah, hingga ke pemerintah level terendah, di lingkungan. Kepala BP2MI NTB, Mangiring Hasoloan Sinaga mempertegas hal ini, saat melakukan BAP kepada 22 pekerja perempuan yang digagalkan berangkat untuk bekerja ke Arab Saudi di kantornya, Rabu, 14 Juni 2023.
Sebelumnya, BP2MI NTB mendapatkan informasi dari Polda Metro Jaya tentang penggagalan berangkatnya sebanyak 22 orang perempuan yang rencananya akan bekerja ke Arab Saudi. Pencegahan ini dilakukan tanggal 7-8 Juni 2023. “Semuanya perempuan,” ungkapnya. Dirinci, asal para korban perdagangan orang ini, Kabupaten Lombok Barat : 2 orang. Kabupaten Lombok Timur : 3 orang. Kabupaten Lombok Tengah : 13 orang. Kabupaten Dompu : 2 orang. Dan Kota Mataram : 2 orang.
Polda Metro Jaya memulangkan ke 22 Calon PMI illegal ini ke Provinsi NTB kemarin, menggunakan transportasi udara dengan waktu ketibaan pukul 12.30 Wita di Bandara Zainudin Abdul Majid untuk selanjutnya dilakukan pembinaan, sosialisasi migrasi aman serta difasilitasi serah terima Calon Pekerja Migran Indonesia kepada keluarga dan Dinas Tenaga Kerja asal mereka masing-masing.
Sinaga menambahkan, para korban perdagangan orang ini direkrut oleh perorangan. Untuk mengelabui petugas, modus pemberangkatan mereka dari NTB menggunakan bus dari jalur penyeberangan laut, dan menggunakan transportasi udara menuju Jakarta. “Mereka berangkat satu-satu, seperti layaknya orang bepergian antar daerah. Sehingga agak sulit terdeteksi. Karena tidak mungkin petugas menanyakan satu-satu setiap orang yang berangkat keluar NTB, baik menggunakan jalur laut, maupun udara,” imbuhnya.
Sesampai di tujuan, mereka terlebih dahulu ditampung di salah satu tempat. Ada yang sudah menunggu seminggu, ada juga yang sudah menunggu berbulan-bulan sebelum diberangkatkan ke luar negeri, sesuai negara tujuan yang dijanjikan sponsor. “Mereka tidak berangkat secara bergerombol dan mereka juga tidak ditampung di wilayah NTB, seperti umumnya dilakukan,” imbuhnya.
Karena mereka tidak diberangkatkan melalui perusahaan (P3MI) yang resmi, sehingga dilakukan pencegahan oleh aparat. Sinaga menambahkan, setalah para korban perdagangan orang ini di BAP, selanjutnya akan dipulangkan ke rumahnya masing-masing. Dan diserahkan kepada Dinas Tenaga Kerja di masing-masing daerah, dan ke pemerintah desa/kelurahan masing-masing.
“Agar menjadi perhatian supaya mereka dibina kembali. Kalau mau berangkat ke luar negeri, harus menggunakan jalur yang resmi,” jelas Sinaga. Ia kembali mempertegas, agar pemerintah daerah beserta seluruh stakeholders untuk memberikan perhatian serius pada fenomena ini. Agar tidak semakin bertambah calon-calon korban perdagangan orang. Karena risiko yang besar, dan dapat merugikan bagi diri sendiri. (bul)