Sumbawa Besar (Suara NTB) – Bupati Sumbawa, Drs. H. Mahmud Abdullah menyerahkan bantuan 8000 ekor benih lobster di Pantau Mutiara Pulau Kaung kecamatan Buer, Selasa, 13 Juni 2023. Bantuan sarpras budidaya lobster tersebut diperuntukkan bagi 4 kelompok di wilayah tersebut.
Bupati berharap bantuan ini dapat dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat. Serta dirasakan manfaatnya dalam upaya peningkatan taraf hidup nelayan di Pulau Kaung. “Semoga benih ini dapat dibudidaya dengan baik agar mendapat hasil yang melimpah untuk meningkatkan taraf hidup para nelayan,” harapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Rahmat Hidayat, S. Pi, MT, didampingi Kepala Bidang Perikanan Budidaya, Naeli Zakiyah, S.Pi, MT, mengatakan, bantuan benih kepada kelompok pembudidaya ikan di Kaung, merupakan bantuan Sarana dan Prasarana Budidaya Lobster yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) 2023, senilai Rp. 98 juta per kelompok.
“Ada 4 kelompok pembudiya ikan di pulau Kaung yang menerima bantuan. Masing masing mendapat 2000 ekor benih lobster per kelompok,” katanya.
Selain mendapat bantuan benih lobster, masing-masing kelompok juga mendapatkan perahu fiberglass 6 meter dan masing masing 1 unit mesin.
Sebelumnya diberitakan, rencana membangun shrimp estate (kawasan budidaya udang terintegrasi) di Moyo Hilir, Kabupaten Sumbawa tidak dapat diwujudkan. Keputusan itu diketahui setelah ada petunjuk dari Kementerian Kelautan Perikanan (KKP). Tentu pembatalan ini sangat disayangkan, karena peluang dari dampak positif hadirnya kawasan terpadu itu juga hilang.
Ketua Asosiasi Pengusaha Tambak Udang NTB, Suryadi mengatakan bahwa dari awal memang sudah ada tanda-tanda megaproyek ini bakal tidak terlaksana di NTB. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mencanangkan sejumlah program strategis, salah satunya di sektor kelautan perikanan budidaya.
NTB kemudian diberi peluang untuk membangun shrimp estate di Sumbawa, dan Kampung Lobster di Pulau Lombok. Diketahuinya, hanya kampung lobster yang sudah memiliki progres, sementara shrimp estate belum diketahui perkembangannya hingga kini.
Menurutnya, kemungkinan pembatalan pembangunan shrimp estate, karena ketidaksiapan daerah dalam menyiapkan lahan. “Karena yang akan dibangun adalah kawasan, kebutuhannya sampai ribuan hektar itu. Mungkin itu penyebabnya kalau dibatalkan,” katanya.
Ribuan hektar kawasan ini digunakan untuk membangun fasilitas dari hulu ke hilir. Misalnya, dari kawasan pembibitan, kawasan budidaya, kawasan pengolahan dan kawasan perkantorannya. Selain itu, harus tersedia cold storage untuk penampungan agar hasil panennya tetap segar sebelum diekspor. Tidak itu saja, fasilitas pendukung lainnya seperti pelabuhan ekspor juga harus tersedia.
‘’Setelah panen, kan harus ada proses. Minimal proses itu adalah pembersihan setelah diangkat dari tambak, sebelum dikirim. Nah, ini butuh cold storage agar tetap segar. Ini juga membutuhan tempat khusus yang harus disediakan,’’ katanya.
Sebetulnya, jika megaproyek ini dapat diwujudkan di NTB, dampak ekonominya sangat besar. NTB bisa menjadi daerah eksportir udang. NTB bisa menjadi sentra penghasil udang. Hasil ekspornya juga bisa tercatat langsung atas nama NTB. neraca ekspor NTB bisa naik, dan insentif dari pusat bisa mengucur.
Untung saja, disiapkan kompensasi kepada petambak udang tradisional dengan pembangunan jaringan irigasi tambak yang lebih representatif. Semoga dapat diwujudkan, sehingga budidaya udang khususnya di Pulau Sumbawa bisa ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya. (arn/bul)