Mataram (Suara NTB) – Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB, tengah berupaya memperjuangkan hak restitusi bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) berinisial MR (31) yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ke Irak.
“Sesuai Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), hak restitusi korban kami upayakan agar terpenuhi melalui koordinasi dengan LPSK,” kata Kasubdit Renakta Reskrimum Polda NTB AKBP Ni Made Pujawati, kepada wartawan, kemarin.
Dia melanjutkan korban TPPO berhak mendapatkan restitusi tersebut termuat dalam aturan Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO. Hak restitusi berupa ganti kerugian atas penghasilan, penderitaan, biaya perawatan fisik maupun psikologis, dan kerugian lain akibat perdagangan orang.
“Makanya kami gandeng LPSK membantu kami agar bisa mengkalkulasikan kerugian yang dialami korban dalam bentuk angka. Nanti hasil hitung itu yang akan kami lampirkan dalam kelengkapan berkas perkara,” ujarnya. Dalam kasus TPPO yang memberangkatkan korban MR ke Irak ini pihak kepolisian menetapkan seorang tersangka berinisial ER (38) yang berperan sebagai perekrut asal Kabupaten Lombok Utara.
Sebagai tersangka, ER disangkaan Pasal 10, Pasal 11 juncto Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan/atau Pasal 81 jo. Pasal 69 Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI).
Dalam kasus ini ER berperan sebagai perekrut korban pada tahun 2021 tidak melalui perusahaan yang terdaftar sebagai Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) legal. Tersangka pun awalya merekrut korban dengan menjanjikan kerja di Arab Saudi dengan iming-iming gaji Rp7 juta. Bahkan, untuk menarik perhatian korban, tersangka ER memberikan uang fit (modal pemberangkatan) Rp3 juta dan pelunasan utang Rp1,5 juta.
Selama 10 bulan bekerja di Irak sebagai PMI di bidang domestik terhitung sejak pemberangkatan pada 17 Oktober 202, korban tidak pernah mendapatkan gaji. Sampai pada akhirnya korban mencoba kabur dari salah seorang majikan hingga mengalami patah kaki. Kondisi demikian pun menjadi dasar Tim Subsatgasda TPPO Polda NTB memperjuangkan hak restitusi bagi korban MR yang kini telah kembali berkumpul bersama keluarga di Kabupaten Lombok Utara. (ils)