Tanjung (Suara NTB) – Penjualan tiket pendakian Rinjani yang dilakukan melalui online (e-ticket) dianggap belum mengakomodir seluruh wisatawan. Pasalnya, sebagian wisatawan transit dari beberapa destinasi wisata di Lombok yang menginap di Senaru dan ingin melanjutkan kunjungan ke Rinjani kerap tidak kebagian tiket. Terhadap kondisi itu, Pemdes Senaru, Kecamatan Bayan, meminta Balai TNGR mengatur ulang skema penjualan tiket.
Kepala Desa Senaru, Raden Akria Buana, kepada Suara NTB, Jumat, 9 Juni 2023 menyuarakan, agar Balai TNGR selaku instansi berwenang yang mengelola Pendakian Rinjani dapat mengatur ulang skema penjualan tiket. Dari kuota harian menuju Rinjani, Pemdes meminta sebagian kecilnya diperjualbelikan secara manual. Pemdes Senaru sendiri memiliki BUMDes yang bisa diperankan untuk menjual tiket di pintu masuk pendakian.
Akria Buana mengutarakan, terdapat 3 track pendakian menuju Rinjani. Yaitu track Senaru, track Torean, dan track Sembalun. Namun dari ketiga track ini, ia mengklaim 80 persen pendaki berproses di Senaru.
“Penjualan tiket harusnya balance. Dengan penjualan sistem e-ticket Rinjani, banyak oknum di luar 3 titik itu perjualbelikan tiket, sehingga habis oleh orang-orang yang kita sendiri tidak tahu. Kepala Balai harus atur, jangan sampai (tamu di Senaru) mau tracking tidak ada kuota,” ungkap Akria.
Menurut dia, harus ada perlakuan khusus bagi tamu asing. Mengingat tamu-tamu ini tidak bisa diprediksi kapan akan naik ke Rinjani. Bisa hari ini, besok, atau bahkan hari-hari berikutnya. Menyikapi kondisi itulah, pihak berharap BTNGR menyisakan kuota tiket yang bisa diakses manual. “Mereka yang nginap di Senaru, mau beli di tempat sering tidak kebagian tiket. Tamu jadi sering kecewa. Lebih bagus kalau ada tiket manual. Karena kalau semuanya dengan e-ticket, orang luar biasa bermain,” imbuhnya.
Bentuk “permainan” e-tiket yang dikhawatirkan Akria, salah satunya mark-up harga jual. Bisa saja kata dia, kuota bulanan untuk seluruh tiket pendakian diborong oleh satu orang oknum. Selanjutnya, oknum tersebut dengan bebas menjual tiket pada harga yang ia tetapkan sendiri.
Kendati menyadari sistem penjualan e-ticket cukup bagus, namun akuntabilitasnya masih diragukan. Dikhawatirkan pula, wisatawan yang membeli secara online, tidak menerima harga sesuai ketentuan pemerintah.
“Kita juga minta supaya ada kuota tiket untuk BUMDes. Karena keuntungan penjualan tiket berdampak langsung bagi masyarakat desa. BUMDes kami hidup, masyarakat juga memiliki aktivitas,” jelasnya.
Sudah sejak lama, aku Akria Buana, pihaknya menginginkan ada jatah tiket. Tidak semata-mata persentase atau komisi penjualan tiket, tetapi orientasi lain dimana masyarakat Desa Senaru bisa terlibat membantu pemerintah memberikan informasi terkait pendakian yang aman, nyaman dan berkelanjutan.
Selain itu, ia juga meminta dukungan kepada Pemda Lombok Utara c.q Dikes Lombok Utara yang membawahi Puskesmas Senaru. Bahwasanya, setiap pemeriksaan kesehatan wisatawan yang mendaki melalui Senaru, dokumen kesehatannya dikeluarkan oleh puskesmas di wilayah terkait. Menurut dia, cukup rancu jika wisatawan melalui pintu masuk Senaru tetapi pemeriksaan kesehatannya dilakukan melalui Puskesmas Sembalun. (ari)