Mataram (Suara NTB) – dr. Maksun Darmawan salah satu penerima honor sebagai jasa pelayanan, mengakui adanya pemotongan dana kapitasi dilakukan oleh kepala Puskesmas Babakan di tahun 2017, pemotongan itupun dilakukan tanpa persetujuan. “Biasanya saya terima dari jasa pelayanan (Jaspel) ini sebesar Rp1,3 juta perbulan, tetapi di tahun 2017 saya hanya terima Rp900 ribu,” akunya di hadapan majelis hakim dengan hakim ketua Mukhlassudin saat dihadirkan sebagai saksi dalam kasus tersebut, Selasa, 30 Mei 2023.
Pemotongan Jaspel yang dilakukan oleh kepala Puskesmas Babakan terjadi selama satu tahun. Uang potongan sebesar 30 persen tersebut dihajatkan untuk programer dan Kesra. “15 persen untuk admin di program dan 15 lagi untuk Kesra, uang itu akan diberikan menjelang lebaran sebagai tunjangan hari raya bagi para pegawai tersebut,” jelasnya.
Namun THR yang dijanjikan tersebut tidak diberikan dan itu sempat menjadi bahan pertanyaan teman-teman di program. Namun dia tidak bisa memastikan apakah uang tersebut sudah diberikan kepada mereka atau tidak. “Sempat menjadi pertanyaan kapan cair (THR), tetapi saya tidak bisa pastikan apakah dana tersebut sudah cari atau tidak,” terangnya.
Dia pun mengakui, sebelumnya adanya pemotongan dana jasa pelayanan kesehatan bagi seluruh pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN) di Puskesmas Babakan sudah ada rapat sebelumnya. Namun pada saat itu peserta rapat tidak mengiyakan adanya pemotongan dana tersebut. “Saya saat itu ikut rapat yang dilaksanakan di aula Puskesmas, namun pada saat itu tidak ada yang mengiyakan adanya pemotongan tetapi tetap dilakukan oleh Kepala Puskesmas,” ucapnya.
Dia pun menyatakan, sebelum menerima jasa pelayanan itu, terlebih dahulu para pegawai akan menandatangani dua lembar kertas. Pada saat ditandatangan itupun tidak ada nilai yang tercantum. “Pada saat kami tanda tangan nilainya tidak ada, setelah kami tanda tangan langsung diberikan uang dari Jaspel itu,” tandasnya.
Diberitakan sebelumnya RH ditetapkan sebagai tersangka bersama bendahara berinisial WY oleh penyidik Satreskrim Polresta Mataram. Dari rangkaian penyidikan, ditemukan adanya penggunaan dana kapitasi yang tidak sesuai dan fiktif dari total anggaran Rp3,3 miliar.
Sementara hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ditemukan kerugian negara Rp 690 juta. Sebagai tersangka keduanya dijerat dengan pasal 12 huruf e dengan ancaman hukuman penjama minimal 4 tahun dan paling lama 20 tahun penjara. (ils)