Oleh: dr. I Kadek Dwi Iman Muliawan
Hipertensi merupakan jenis penyakit kronis masih yang menjadi momok bagi masyarakat. Menurut data WHO (World Health Organization) pada tahun 2018 menunjukkan bahwa hampir 1,3 miliar orang di dunia mengalami hipertensi. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi di Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 260 juta adalah 34,1% dibandingkan 27,8% pada tahun 2013. Sementara, beberapa faktor risiko hipertensi menurut WHO meliputi pola hidup tidak sehat, faktor genetik, usia, hingga obesitas. Hipertensi umumnya terjadi pada usia lanjut, tetapi beberapa penelitian menunjukkan bahwa hipertensi dapat muncul sejak remaja dan prevalensinya mengalami peningkatan selama beberapa dekade terakhir, namun banyak yang belum menyadari sehingga menjadi penyebab munculnya hipertensi pada usia dewasa dan lansia.
Masa remaja yang merupakan peralihan anak menjadi dewasa menyebabkan remaja berbeda dengan anak dan dewasa baik dalam gaya hidup dan kebiasaan maupun perubahan metabolik dalam tubuh. Hal itu menyebabkan pola penyakit pada remaja berbeda dengan anak yang lebih muda. Dengan perubahan gaya hidup menyebabkan remaja rentan terhadap timbulnya berbagai penyakit dan salah satu di antaranya adalah hipertensi. Prevalensi hipertensi pada remaja sebesar 9% pada tahun 2007, kemudian meningkat menjadi 10,7% pada tahun 2013 (Kemenkes RI, 2013). Remaja dan dewasa muda yang berada pada kisaran usia 15-25 tahun memiliki angka prevalensi hipertensi 1 dari 10 orang. Banyak faktor penyebab hipertensi pada remaja, yang bisa dibedakan menjadi faktor risiko yang dapat diubah dan yang tidak dapat diubah. Upaya pencegahan dan penanggulangan hipertensi didasarkan pada faktor risiko yang dapat diubah diantaranya perubahan pola makan dan gaya hidup. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan meliputi: perubahan pola makan, pembatasan penggunaan garam hingga 4-6 gr per hari, makanan yang mengandung soda kue, bumbu penyedap dan pengawet makanan, mengurangi makanan yang mengandung kolesterol tinggi (jeroan, kuning telur, cumi-cumi, kerang, kepiting, coklat, mentega, dan margarin), menghentikan kebiasaan merokok, minum alcohol, olah raga teratur dan menghindari stress. Pendapat lain menyatakan bahwa faktor risiko yang dapat diubah meliputi obesitas, asupan natrium berlebih, kebiasaan merokok, aktivitas fisik, dan kualitas tidur. Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi riwayat hipertensi keluarga, berat lahir rendah, dan jenis kelamin. Kejadian hipertensi pada remaja banyak yang diawali dengan kegemukan atau obesitas yang berkaitan dengan gaya hidup.
Penyakit hipertensi berjalan dengan perlahan dan mungkin tidak dirasakan sampai menimbulkan kerusakan organ yang bermakna. Semakin tinggi tekanan darah semakin besar resiko terhadap kerusakan organ tersebut. Hipertensi yang tidak terkontrol akan menimbulkan berbagai komplikasi, bila mengenai jantung kemungkinan dapat terjadi infark miokard, jantung koroner, gagal jantung kongestif, bila mengenai otak terjadi stroke, ensevalopati hipertensif, dan bila mengenai ginjal terjadi gagal ginjal kronis, sedangkan bila mengenai mata akan terjadi retinopati hipertensif. Dari berbagai komplikasi yang mungkin timbul merupakan penyakit yang sangat serius dan berdampak terhadap psikologis penderita karena kualitas hidupnya rendah terutama pada kasus stroke, gagal ginjal, dan gagal jantung. Tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan risiko terjadinya komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun. Untuk itu hipertensi dapat dikontrol sejak usia dini.
Sumber :
Yuliaji Siswanto dkk., Hipertensi pada Remaja di Kabupaten Semarang. 2020. Semarang
https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/498/hipertensi-renovaskuler-hipertensi-pada-usia-muda
Konsensus Hipertensi 2021