DINAS Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTB (Distanbun) menyebut angka penyusutan lahan pertanian di daerah ini mencapai 10 ribu per tahun. Angka itu tercermin dari data penyusutan dari 2021 hingga 2022.
Kepala Distanbun Provinsi NTB Dr.H Fathul Gani mengatakan, NTB sudah memiliki Perda Nomor 1 tahun 2013 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Salah satu isinya yaitu menjamin perlindungan, perencanaan, penetapan, pengembangan, pemanfaatan dan pengawasan terhadap lahan pertanian.
Namun demikian Provinsi NTB masih memiliki tantangan berupa masih banyaknya penyusutan lahan pertanian yang disebabkan karena banyak faktor. Salah satunya karena pembangunan sarana perumahan oleh pengembang.
“Kalau angka 10 ribu itu kan yang terdata antara rentang waktu 2021 dan 2022. Di 2022 ke 2023 kan belum kita lihat datanya. Tapi paling tidak itulah estimasi perkiraan yang sudah terupdate. Artinya data tetap itu 10 ribu. Jadi itu rata-rata per tahun,” kata Fathul Gani kepada wartawan Senin, 29 Mei 2023.
Ia mengatakan, jika ditanya apakah kondisi ini bisa menjadi ancaman NTB yang berstatus lumbung pangan nasional, Gani mengatakan, sebenarnya semua bidang bisa menjadi ancaman. Tapi paling tidak, untuk lahan pertanian ini, pencetakan lahan baru bisa terus digencarkan. Meski demikian, hal itu sangat tergantung pada proses pendanaan.
“Paling tidak untuk penyusutan lahan ini, konsistensi kita sebagai pemerintah, aturan itu kita pegang. Sambil kita meningkatkan intensifikasi pertanian kita. Yang tadi masa tanam satu kali, bisa jadi dua kali, tiga kali, bahkan empat kali. tentu dengan pengairan yang baik,” terang Gani.
Gani tak menyebut dengan pasti berapa angka lahan pertanian di NTB saat ini dan di wilayah mana penyusutan itu paling banyak terjadi. Namun yang jelas katanya, penyusutan tertinggi terjadi di Pulau Lombok.
“Agak masif, lumayan masif. Itu yang perlu kita atensi. Jadi harapan kita, kepala daerah, mari kita betul-betul menjaga, membuat aturan tentang LP2B ini dengan sebaik-baiknya, paling tidak untuk bisa menahan laju alih fungsi lahan kita,” harapnya.
Berkurangnya lahan pertanian di NTB juga menjadi perhatian serius DPRD NTB. Anggota DPRD NTB Akhdiansyah mengatakan, peralihan kawasan pertanian menjadi pemukiman atau infrastruktur lainnya dinilai sangat mengkhawatirkan.
Ia mengaku, pihaknya juga mengetahui bahwa penyusutan lahan pertanian itu sebesar 10 ribu hektare per tahun sesuai dengan data yang diperolehnya dari Distanbun Provinsi NTB.
Jika berkurangnya lahan pertanian di NTB tidak segera ditangani, akan menjadi sebuah masalah di tengah kondisi geo politik internasional dan geo ekonomi nasional, dimana ketahanan pangan sangat dibutuhkan.
“Karena itu saya meminta Dinas Pertanian dan OPD di NTB yang berkaitan dengan penyusutan lahan pertanian, dapat segera mengambil langkah-langkah. Setidaknya mengeliminir, jangan sampai ekspansif lahan hijau itu digunakan untuk hal yang lain,” terangnya.(ris)