Mataram (Suara NTB) – Penyidik pidana khusus Kejari Sumbawa, terus mendalami dugaan tindak pidana korupsi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sumbawa, salah satunya dugaan gratifikasi yang ditaksir mencapai miliaran rupiah. “Jadi tidak hanya mark up anggaran saja, tetapi ada kami temukan dugaan gratifikasi di kasus tersebut dan saat ini masih kami terus dalami,” kata Kejari Sumbawa Adung Sutranggono, kepada wartawan, kemarin.
Jika alat bukti yang mengarah ke dugaan gratifikasi, maka pihaknya akan menerapkan pasal 12 e dan pasal 11 undang-undang tindak pidana korupsi. Namun untuk sementara ini penyidik baru menerapkan pasal 2 dan 3 dalam penanganan kasus tersebut. “Untuk saat ini kami terapkan pasal 2 dan 3 undang-Undang-undang tindak pidana korupsi, jika cukup bukti nanti baru kita terapkan pasal 12 e dan pasal 11,” jelasnya.
Dia pun meyakinkan penanganan terhadap perkara ini di tingkat penyidikan terus berjalan. Bahkan penyidik sudah dua kali melakukan ekspose bersama dengan Kejati dalam pengusutan perkara yang ditaksir merugikan negara miliaran rupiah tersebut.
“Kita ekspose bersama untuk mematangkan penanganan terhadap perkara ini, supaya para terdakwa tidak bebas di proses persidangan nanti,” sebutnya. Sejauh ini dalam penanganan kasus tersebut, penyidik masih belum menetapkan tersangka. Hal itu belum dilakukan oleh penyidik karena masih fokus pemeriksaan terhadap para saksi dan penguatan alat bukti.
“Belum ada yang kami tetapkan menjadi tersangka, tetapi untuk gambarannya sudah ada, tunggu saja waktunya nanti,” jelasnya. Informasi yang dihimpun Suara NTB, mencatat dalam pengusutan terhadap perkara ini, ada sekitar 883 item kegiatan yang menjadi objek pemeriksaan. Salah satunya yakni pembayaran Jaspelkes yang hingga saat ini belum terbayar.
Bahkan untuk pembayaran Jaspelkes dalam rentang waktu tiga bulan (Oktober, November dan Desember) tahun 2022 yang tidak terbayar mencapai Rp10,5 miliar. Selain itu, ada beberapa kegiatan seperti bantuan sosial dan pengadaan barang juga terindikasi bermasalah.
Diberitakan sebelumnya, laporan dalam perkara ini sudah masuk ke Kejati November 2021. Di laporan itu, diuraikan adanya proyek pengadaan barang dan jasa yang dilelang menggunakan mekanisme penunjukkan langsung. Proyek tersebut antara lain pengadaan alkes DRX Ascend System yang nilainya mencapai Rp1,49 miliar. Ada juga Mobile DR senilai Rp1,04 miliar.
Hal ini berbenturan dengan Peraturan Bupati Sumbawa Nomor 16/2015 tentang PBJ pada BLUD RSUD Sumbawa dan Perpres Nomor 16/2018 tentang PBJ Pemerintah. Selain itu ada juga penyimpangan anggaran jasa pelayanan kesehatan (Jaspelkes).
Termasuk dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam remunerasi pegawai dimana Direktur RSUD di priode pengelolaan dana BLUD tahun 2021, diduga turut mendapatkan keistimewaan dengan jatah 5 persen dari total keseluruhan jaspelkes. Dasar hukum itu pun mengacu pada Peraturan Direktur RSUD Sumbawa Nomor: 82/2021 tentang Pembagian Jaspel pada RSUD Sumbawa.
Dalam Peraturan Direktur RSUD Sumbawa, besaran Jaspelkes ini antara lain unsur pimpinan mendapat remunerasi dari jaspelkes dengan total 5 persen yang dibagi lagi menjadi 3 persen untuk kinerja direktur; 0,77 persen kinerja kabag TU; 0,73 persen kinerja kabid pelayanan; dan 0,5 persen kinerja kabid keperawatan.
Padahal, untuk pengaturan Jaspelkes ini harus mengacu pada Permendagri Nomor 79/2018 tentang BLUD yang berisi tentang Aturan Pembagian Remunerasi yang menggunakan peraturan kepala daerah, bukan peraturan direktur RSUD. (ils)