HARGA garam di pasaran mengalami kenaikan berkali-kali lipat dari biasanya. Kenaikan harga garam ini pun menjadi berkah tersendiri bagi petani garam di wilayah Sekotong Lombok Barat. Lantaran keuntungan bisa diperoleh tiga hingga kali lipat. Sayangnya, produksi garam ini limit lantaran rendahnya kadar NaCl air dan tanah, sehingga mempengaruhi produksi garam petani.
Petani garam di Dusun Beretong Desa Persiapan Empol menuturkan, harga garam rebus atau garam halus saat ini naik 3-4 kali lipat dibanding sebelumnya. “Biasanya harga garam dijual Rp3-4 ribu per kilogram, tapi sekarang naik jadi 15 ribu. Kenaikan hampir 3-4 kali lipat,” jelasnya saat dikonfirmasi Ekbis NTB, Sabtu, 27 Mei 2023.
Kenaikan harga garam di pasaran ini terjadi sejak berapa bulan terakhir disebabkan kemungkinan produksi di tingkat petani limit. Sehingga itu memberikan keuntungan lumayan bagi petani. Sekali panen petani biasa menjual garam Rp50-60 ribu per hari.
Akan tetapi kendala dihadapi petani, lantaran di tengah harga melambung ini justru produksi limit atau terbatas sekali. Produksi garam petani sedikit disebabkan kadar garam pada air laut dan tanah rendah. Saat ini kadar NaCl air laut dan tanah diperkirakan kisaran 7-8 persen, sedangkan biasanya saat normal kisaran 20 persen. Biasanya petani bisa hasilkan garam 12-30 kilogram sekali masak atau produksi, namun kali ini hanya 5 kilogram.
Sementara kebutuhan warga terhadap garam lumayan tinggi saat ini . “Tapi sekarang produksi garam limit, karena tingkat kadar garam air laut dan tanah rendah,”ujarnya.
Disebutkan, petani garam rebus atau halus yang produktif berproduksi di wilayah Sekotong sebanyak 200 orang. Itu tersebar di wilayah Beretong dan Empol Desa Persiapan Empol hingga Bengkang Desa Buwun Mas. Mereka ini punya stok bahan baku untuk produksi. Sementara untuk garam sistem geoisolator, terdapat 40- 50 orang. Dan tiap kali pembelian, garam dibeli Rp40-60 juta.
Pihaknya selaku pembeli garam dari petani untuk disuplai ke ASN Pemda Lobar. “Jadi tetap dapat untung petani,”ujarnya.
Petani kata dia, butuh intervensi dari pemerintah berupa gudang untuk stok bahan baku tanah dan air laut. “Mereka butuh sarana prasarana, gudang kecil untuk penyetokan bahan baku, dan tungku memasak garam serta beberapa kelengkapan produksi lain,”ujarnya.
Butuh Bantuan Tandon Air Tua dan Gudang Stok
Ratusan petani garam di wilayah Sekotong Lombok Barat masih terkendala cuaca dalam produksi garam secara kontinyu. Bahkan, awal tahun ini petani garam mengalami gagal panen akibat cuaca tak menentu. Petani garam di wilayah sentra garam di Lobar ini, butuh bantuan dari pemerintah berupa tandon untuk air tua dan gudang kecil untuk stok tanah sebagai sarana memproduksi garam secara kontinyu.
Ketua Koperasi Syariah Bina Laut Sekotong, H. Badrun Tammam, A. Ma., mengatakan para petani yang memproduksi garam menggunakan sistem geo isolator mengalami gagal panen. Akibat musim tak menentu dampak pancaroba atau peralihan musim di awal-awal tahun ini. “Awalnya bisa produksi pada awal Desember 2022 dan Januari 2023, tapi setelah itu tidak bisa proses (gagal panen),”kata dia, Sabtu, 27 Mei 2023.
Petani hanya bisa produksi pada Desember 2023 dan Januari 2023 dengan jumlah produksi 400 ton.
Namun setelah itu, pada kurun waktu Februari hingga saat ini belum bisa berproduksi. Pada Februari lalu, petani melakukan produksi namun ketika itu hujan besar mengakibatkan lahan garam petani hanyut terendam. Akibat terendam air, lahan petani rusak.
Menurutnya, sebenarnya bisa dilanjutkan, namun kembali diterjang banjir hingga menyebabkan gagal total. “Sekarang ini mulai persiapan produksi,”ujarnya.
Saat ini, petani mulai persiapan produksi garam. Petani menyiapkan lahan untuk produksi garam. Ditargetkan, proses garam bisa dilakukan bulan enam ini (Mei, red) untuk memenuhi kebutuhan beberapa bulan sebelumnya (Februari-April).
Lebih lanjut dijelaskan, yang dibutuhkan petani garam saat ini, tandon untuk penyimpanan air tua. Air tua sebagai sarana memproduksi garam secara terus menerus atau kontinyu. “Itu kuncinya, kalau ada air tua itu, walaupun musim hujan tetap bisa produksi garam, karena kan dia tidak kena hujan,” imbuhnya.
Sebab kadar garam dan kadar asin sudah bisa dipastikan 25 persen sehingga bisa dipergunakan untuk produksi. “Itu kita butuhkan,”imbuhnya. Untuk tandon air tua, membutuhkan biaya Rp150 juta untuk tiga kelompok.
Seperti halnya pengembangan garam air tua di Pulau Jawa, mereka bisa kontinyu berproduksi. Air tua itu nanti bisa dipergunakan untuk produksi garam model tunnel yang sudah mulai dikembangkan petani. Dimana pematang garam di tutup menggunakan plastik, sehingga tidak berpengaruh, meskipun hujan.
Pihaknya sudah mengusulkan itu, ke Pemda Lobar. Namun itu juga akan diajukan ke pemerintah provinsi. Dan ia berharap agar pemerintah mengintervensi tandon bagi petani garam.
Sebab diakui, jumlah produksi saat ini tidak mampu mencapai target dari luas lahan sekitar 30-45 hektar di areal pengembangan garam geo isolator Dusun Beretong dan Empol. Masing-masing di Dusun Beretong 15 hektar dan Dusun Empol seluas 15 hektar dengan jumlah petani garam 40 orang. Dari target 1.500 ton, baru bisa dicapai rata-rata produksi 400 ton tahun ini. Tahun lalu pun mencapai 70 persen dari target tersebut.
Pihaknya pun saat ini hanya berupaya mempertahankan produksi yang sudah ada untuk memenuhi kebutuhan pembeli. Baik dari ASN Pemda, PDAM maupun masyarakat umum. Untuk pangsa pasar ASN, sejauh ini bisa disuplai. Dengan kenaikan harga garam saat ini, pihaknya tetap berusaha memenuhi kebutuhan ASN agar kontrak tidak diputus Pemda. Sebab kalau tergiur dengan harga saat ini, dan tidak menyuplai ke ASN, maka pangsa pasar petani yang bersifat kontinyu atau tetap akan hilang. Meski harga jual ke ASN Rp8-9 ribu per kilogram garam beryodium, dibanding harga saat ini menembus Rp15 ribu garam yang belum diolah atau garam halus. “Kalau garam kasar 7-8 ribu dari harga biasanya 2 ribu per kilogram,” ujarnya.
Selain, petani garam geo isolator. Petani garam rebus atau halus juga sangat butuh intervensi, yakni gudang kecil untuk penyimpanan tanah sebagai bahan produksi garam. Tungku, dan peralatan lainnya “Petani garam rebus ini butuh bantuan gudang kecil untuk stok tanah,”ujar dia.
Saat ini kata dia, Petani belum bisa produksi rutin tiap bulan.Menurutnya, kalau ada tandon air tua dan gudang kecil untuk tanah ini, maka produksi bisa dilakukan berkelanjutan bahkan tiap bulan.
Sementara itu, Kadis Kelautan dan Perikanan (DKP) Lobar Lalu Sukawadi mengatakan belum ada anggaran untuk membantu tandon air tua dan gudang kecil bagi petani garam. “Kita sudah usulkan ke pusat, tapi ada ada respons pusat,” ujarnya.
Sementara lanjut dia, kelompok petani garam tidak mau berbuat. Mereka hanya mau dan menunggu bantuan dari Pemda. Padahal bantuan dari Pemda susah dan pusat juga susah. (her)