Tanjung (Suara NTB) – Pemda Kabupaten Lombok Utara (KLU) patut berterima kasih pada sosok Sutikno. Pendiri Saifana Organic Farm ini, beserta istrinya, sukses memperoleh bantuan sebesar 73.520 Dolar Amerika atau setara Rp 1,015 miliar (kurs Rp 14.000/dolar US).
Bantuan tersebut diakses oleh Sutikno dan istri dari salah satu lembaga penelitian berbasis lingkungan hidup yang ada di Washington DC. Tahun ini juga, dana tersebut dapat dikelola untuk pelestarian masyarakat adat maupun hutan adat.
Kepada Suara NTB, Jumat, 26 Mei 2023, Sutikno mengungkapkan, akses bantuan luar negeri itu tidak lepas dari peran sang istri yang masih terlibat dalam salah satu Yayasan Peduli Lingkungan. Keduanya tergerak mengajukan bantuan karena melihat belum berjalannya Peraturan Daerah tentang pengakuan masyarakat hukum adat di Lombok Utara.
“Kita punya Perda tahun 2020 lalu, tapi SK Bupati sebagai tindak-lanjut Perda harus ada. Setelah saya komunikasi dengan Pak Wabup, ternyata Pemda tidak punya dana untuk mengakomodir tim dalam SK tersebut,” ungkap Sutikno.
Ia menerangkan, bantuan awal untuk masyarakat adat adalah sebesar 71.520 Dolar Amerika. Setelah bantuan dikelola dan program penguatan masyarakat di wilayah hukum adat diluncurkan, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) KLU selaku pengelola dana hibah, rupanya tidak melibatkan unsur perempuan dalam SK.
“Untuk mengakomodir keterwakilan perempuan, kami minta tambahan 2.000 Dolar,dan diterima,” katanya.
Dikatakan pemilik Hotel Saifana – Sambil Elen ini, pengajuan bantuan berbasis perlindungan masyarakat adat yang ia lakukan, tidak lepas dari banyaknya potensi ancaman alih fungsi lahan milik masyarakat adat. Tidak menutup kemungkinan, lahan-lahan itu sudah beralih fungsi bahkan status kepemilikan. “Untuk bisa diakui sebagai lahan adat, kita butuh SK Bupati,” imbuhnya.
Hingga bantuan dari Amerika terkonfirmasi, Pemda KLU diketahui hanya menyelesaikan tim (SK Bupati) untuk 2 kecamatan. Sedangkan 3 kecamatan lain belum disusun dengan alasan anggaran. “Kecamatan lain yang belum ada SK ini memiliki risiko gesekan horisontal. Inilah mengapa Tim sesuai SK Bupati harus bekerja cepat,” ujarnya.
Lebih lanjut, dana tersebut dikelola oleh AMAN KLU. Sebagaimana hibah luar negeri, tidak bisa diinput ke dalam APBD sebagai pendapatan daerah.
Adapun dana tersebut, kata Sutikno, harus digunakan oleh AMAN untuk mendukung pengakuan hak-hak masyarakat hukum adat, inventarisasi lahan adat di 5 kecamatan, hingga pemeliharaan lingkungan di sekitar masyarakat adat. “Kita juga minta lagi untuk pemberdayaan petani, tetapi masih belum bisa diakses karena kita harus jadi anggota Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) di tingkat Pusat,” tandasnya. (ari)