Mataram (Suara NTB) – Harga telur ayam ras mengalami kenaikan beberapa waktu terakhir. Ditingkat konsumen, harganya sudah mencapai Rp62.000 / tray. Kenaikan harga telur ini dianggap memberatkan pedagang. Salah satu pedagang warung nasi di Kota Mataram adalah Hj. Rohiman. Menurutnya harga telur mengalami kenaikan setiap hari. “Sekarang sudah Rp62.000 per tray kita terima. Mahal sekali. Naiknya setiap hari,” keluhnya.
Sebelumnya, ia biasanya membeli hanya sampai Rp52.000/tray untuk telur ukuran besar. Belakangan terjadi kenaikan yang cukup signifikan. Menurutnya, kenaikan harga telur ini bisa mempengaruhi harga – harga jualan yang lain. Novita, salah satu ibu rumah tangga di Kota Mataram juga mengeluhkan tingginya harga telur. Biasanya ia beli di bawah Rp2 ribu perbiji, sekarang sudah naik menjadi Rp2.500 perbiji. Jika dihitung harga satuan ini dalam satu tray yang berisi 40 biji, maka harga telur bisa mencapai Rp100 ribu per tray. “Mahal sekali, naik terus,” ujarnya.
Telur seharga Rp2.500 per biji ini dibeli di tingkat pengecer rumah tangga. Menurutnya, tetap saja mahal dan bisa memberatkan bagi rumah tangga. Harga telur dalam beberapa waktu terakhir tengah menjadi trending. Terutama di Pulau Jawa. Wakil Ketua Persatuan Ternak Unggas NTB, Ervin Tanaka mengatakan, meski di Pulau Jawa terjadi kenaikan harga telur, tidak serta merta terjadi kenaikan langsung harga telur di Lombok, NTB.
“Harga telur di NTB memang tetap naik, tapi tidak bisa mengikuti kenaikan harga telur di Jawa. Ndak tau persoalannya apa karena produksi di dalam daerah masih cukup bagus,” ujarnya. Ditingkat pedagang harga telur ukuran besar sampai Rp55.000/tray. Dibandingkan harga satu bulan lalu, harga ini mengalami kenaikan sebesar Rp3.000/tray.
Ervin mengatakan, saat ini stok telur ayam ras memang masih tersedia. Cukup. Namun perlu dilakukan antisipasi, karena unggas petelurya beberapa waktu lalu sudah banyak dijual. Padahal belum apkir. Peternak tergiur harga tinggi. “Ayamnya sebenarnya masih bisa produksi sekitar 70 persen. Tapi dijual sama peternak karena harga bagus saat lebaran. Dampaknya produksi telur di dalam daerah bisa berkurang,” imbuhnya.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Provinsi NTB, drh. Khairul Akbar mengatakan, beberapa penyebab terjadinya kenaikan harga telur di NTB diantaranya dipengaruhi oleh harga pakan yang tinggi. Pakan ini komponen paling utama adalah jagung. Saat ini harga jagung trennya naik, sehingga harga biaya produksi peternak menjadi naik.
Kedua, tingginya permintaan telur bisa juga dipengaruhi karena efek program penanganan kasus stunting oleh Pemprov NTB. dimana, programnya selama 90 hari (3 bulan) dilakukan pemberian telur kepada anak-anak yang stunting (berat badan kurang). 1 hari 1 telur per anak. Ketiga, saat lebaran Idul Fitri dan memasuki musim haji, permintaan telur menjadi tinggi. Selain itu, banyak ayam-ayam penghasil telur sudah diapkir.
“Itu penyebab-penyebabnya. Sehingga terhadi hukum pasar, stok kurang, permintaan tinggi, pasti mahal,” katanya. Siklus seperti ini biasanya terjadi 4 bulanan hingga produksi telur kembali normal. Harapanya, usai Idul Adha harga telur kembali normal. Sejalan dengan peningkatan priduksi jagung. Intervensi yang dilakukan oleh pemerintah daerah adalah membuka peluang untuk merekomedasikan masuknya telur dari luar daerah. namun tidak boleh berlebihan.
“Kalau harga naik, konsumen yang teriak. Tapi kalau harga rendah, kasian peternak kita bisa gulung tikar. Maka kita atur stabilitas itu,” demikian Khairul Akbar. Sementara itu, berdasarkan data hasil pemantauan harga harian Dinas Perdagangan Provinsi NTB, per 24 Mei 2023, harga telur di Pasar Kebon Roek, Pagesangan, dan Pasar Mandalika rata rata Rp34.400 / tray. (bul)