Mataram (Suara NTB) – Pemkot Mataram belum optimal menggarap potensi pendapatan asli daerah (PAD) dari retribusi lapak pedagang kaki lima (PKL). Padahal potensinya diperkirakan mencapai Rp700 juta per tahun. Peraturan daerah tentang sewa lapak belum dimaksimalkan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mataram, H. M. Kemal Islam menjelaskan, penarikan retribusi PKL sebenarnya telah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 tentang retribusi jasa usaha. Perda itu mengatur tarif yang dibayarkan PKL yang memanfaatkan fasilitas milik daerah. Untuk sewa lapak dikenakan tarif Rp50 ribu per bulan, sementara sewa lahan Rp2.500 per meter.
Namun demikian, produk hukum ini tidak berjalan optimial dengan alasan perlu ada perbaikan kembali. “Sekarang direvisi tetapi yang mengurusnya itu BKD,” kata Kemal dikonfirmasi akhir pekan kemarin.
Kemal menghitung potensi PAD dari sewa lapak mencapai Rp600 juta-Rp700 juta per tahun. Asumsi ini berdasarkan perhitungan jumlah lapak di Kota Mataram. Potensi ini terbuang begitu saja tanpa dioptimalkan dengan baik.
Ia mencontohkan, jika lapak di Udayana benar-benar dimaksimalkan maka tidak menutup kemungkinan retribusi semakin meningkat, apalagi titik parkir sudah diserahkan pengelolaannya ke Dinas Perhubungan Kota Mataram. “Itu bisa menjadi sumber pendapatan baru daripada dipungut orang-orang tidak jelas,” terangnya.
Penarikan retribusi PKL ini diakui Kemal, tidak semudah membalikan telapak tangan. Pedagang sering beralasan sepi pengunjung dan lain sebagainya. Karena itu, Pemkot Mataram mulai menata PKL di Taman Udayana sesuai kemampuan daerah. Pengalaman tahun sebelumnya lapak dibangun lebih banyak, tetapi sedikit pedagang.
Dikatakan Kemal, potensi PAD dari retribusi PKL bisa disiapkan secara maksimal dengan cara pengelolaan secara terukur sehingga rutin menghasilkan pendapatan asli daerah. (cem)