Taliwang (Suara NTB) – Warga desa Labuhan Lalar, kecamatan Taliwang bersuka cita. Selama dua hari, warga salah satu desa nelayan di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) ini menggelar festival adat Sandeka Dilao’.
Sandeka Dilao’ merupakan ritual adat masyarakat Labuhan Lalar yang digelar setiap tahun. Kegiatan ini merupakan bentuk rasa syukur warga desa yang sebagian besar sebagai nelayan kepada maha pencipta karena telah memberikan rezeki kehidupan melalui kekayaan alam lautnya. “Ini tradisi turun temurun dan kita jadikan sebagai festival atraksi kebudayaan untuk menarik kunjungan wisata,” kata Dedi Damhudi selaku ketua panitia, Minggu, 14 Mei 2023.
Kegiatan Sandeka Dilao’ ini sudah berlangsung sejak awal bulan lalu. Dedi menjelaskan, selama perhelatan warga melaksanakan berbagai acara hampir setiap hari. Pagelaran seni budaya masyarakat Labuhan Lalar seluruhnya disajikan dan puncaknya, pada Sabtu dilakukan parade budaya hingga melarung sajian ke laut di hari Minggu ini.
“Acara ini terselenggara atas kerja sama masyarakat. Kami juga didukung oleh Pemda KSB dan PT AMMAN,” sebut Dedi.
Sementara itu, Wakil Bupati KSB, Gus Syaifuddin yang membuka puncak acara Sandeka Dilao’ ini dalam sambutannya menyampaikan, masyarakat KSB yang majemuk memiliki beragam budaya. Hal ini menjadi sebuah kekayaan daerah dan karenanya harus terus dipertahankan. “Acara seperti ini oleh suku lainnya juga pasti ada. Jadi mari tetap lestarikan jangan sampai punah,” katanya.
Wabup melanjutkan, ragam suku bangsa dan adat secara hirarki menjadi sebuah perbedaan di masyarakat. Namun demikian hal itu tidak harus diperuncing sehingga menggangu kerukunan antar masyarakat. Apalagi hal-hal yang berkaitan dengan perbedaan yang tidak fundamental agar tidak menjadi penyebab perpecahan. “Seperti politik itu kan tidak fundamental. Nah sekarang ini sudah masuk tahun politik dan pasti warga satu dengan lainnya beda pilihan. Jangan sampai itu memecah kita,” pesan Wabup.
Terakhir, Wabup meminta agar warga Labuhan Lalar terus menjaga ada isti adat budayanya. Jangan sampai tergerus masa sehingga generasi ke depannya melupakannya. “Semua pertunjukan tari dan lainnya yang disajikan ini harapan kami diturunkan ke anak-anak muda. Sebab sekarang tingginya teknologi membuat malas anak muda kita belajar budaya,” imbuhnya. (bug)