Mataram (Suara NTB) – Pemprov NTB memberikan perhatian penuh terhadap risiko kerja para petani dan buruh tembaku di Lombok. Salah satu upaya untuk menghindari para petani/pekerja emas hijau ini dari miskin ekstrem jika terjadi kecelakaan adalah dengan mendaftarkannya sebagai peserta BPJS Ketanagakerjaan / BPJamsostek.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi NTB, Gede Aryadi menyebut, Pemprov NTB melihat betapa pentingnya para petani dan buruh tembakau untuk diberikan perlindungan dari berbagai risiko kecelakaan kerja. Karena itu, tahun 2023 ini, sebanyak 11.000 petani dan buruh tembakau di Lombok, dimasukkan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.
“Tahun lalu ada 10.000 petani dan buruh tembakau yang kita daftarkan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Tahun ini bertambah menjadi 11.000 petani. Kita bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat yang memang layak dilindungi dari risiko kerjanya,” kata Gede.
Petani tembakau bekerja cukup lama. Sekitar sepuluh bulan dalam satu tahun. Mulai dari persiapan pembibitan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, panen, pasca panen, hingga proses menjual tembakau ke gudang-gudang mitra. Menurutnya, dalam proses panjang ini, risiko kerja bisa mengintai siapa saja dan kapan saja. karenanya, jika terjadi risiko kerja, biaya berobatnya ditanggung penuh oleh BPJS Ketenagakerjaan, dimanapun rumah sakit.
Dengan mendaftarkan petani sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan, dengan premi sebulan hanya Rp16.800, fasilitas yang diterima petani dan buruh tembakau antara lain. Untuk dua program, Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM), jika kecelakaan kerja, biaya perawatan medis ditanggung tanpa batas sesuai kebutuhan rumah sakit.
1 tahun pertama digaji sesuai upah yang diterima bila kecelakaan kerja mengakibatkan cacat berat, dan berikutnya digaji 50 persen dari besaran upah. Santunan kematian 48 x upah, santunan catat maksimal 56 x upah, beasiswa untuk dua orang anak sebesar Rp174 juta, biaya home care selama 1 tahun, dan program bekerja kembali.
“Kita dorong lebih banyak lagi masyarakat pekerja kita yang terlindungi dari risiko kecelakaan kerja. Untuk menghindari risiko miskin ekstrem,” demikian kepala dinas. Sementara itu, Kepala BPJS Ketanagakerjaan Provinsi NTB, Boby Foriawan mengatakan, kepedulian pemerintah Provinsi NTB kepada pekerja informal cukupp bagus. Bahkan kebijakan mengasuransikan petani dan buruh tembakau ini bisa jadi satu-satunya di Indonesia.
“Mengandalkan APBD mungkin berat, sehingga dengan alokasi DBH-CHT ini minimal dapat menekan angka kemiskinan dan menjaga kesejahteraan petani tembakau jika jika terjadi risiko kecelakaan kerja. Kami memberikan apresiasi tinggi kepada Pemprov NTB,” demikian Boby. (bul)