Ketika Pakaian Bekas Impor Jadi Motivasi Berinovasi Pelaku UMKM

MENJAMURNYA penjual pakaian bekas impor rupanya tidak mengkhawatirkan pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang bergerak di bidang konveksi di daerah ini. Pakaian bekas impor dirasa memiliki pangsa pasar tersendiri dan berbeda segmen dengan produk fashion yang dibuat UMKM, di NTB khususnya.

Owner rumah konveksi brand Jaleela, Ilfan Rainudin di Mataram mengatakan, pakaian bekas impor menurutnya bukan kompetitor utama. ‘’Tapi tergantung ke pengusahanya masing-masing, melihatnya dari sisi positif, atau negatifnya,” katanya pada Ekbis NTB pekan kemarin.

Sejumlah pekerja konveksi sedang mengerjakan pesanan baju dari konsumen. Pengusaha konveksi di NTB menganggap, penjual baju bekas impor bukan saingan. (Ekbis NTB/ist)

Soal kompetitor, kata Ilfan, sudah berlangsung sejak lama. Tidak sekarang-sekarang saja, saat pakaian bekas impor menjamur, baik kompetitor dalam negeri, pun luar negeri. Brand Jaleela misalnya, yang fokus pada fashion Nusantara, yaitu kebaya dipasarkan menggunakan digital marketing yang kompetisinya dengan ribuan jenis produk serupa, bahkan jutaan.

‘’Di digital marketing marketplace itu, bisa dibayangkan betapa banyaknya kompetitor. Tidak saja kompetitor dari segi model produk, begitu juga dari segi harganya. Sangat ketat sekali kompetisinya. Produk orang lain bisa jadi jauh lebih murah dari kita, tapi konsumen tetap cari produk kita,’’ katanya.

Artinya, kata Ilfan, tantangannya adalah bagaimana berkompetisi untuk menghadirkan produk-produk fashion yang inovatif, sehingga produk UMKM lokal bisa menjadi pilihan bagi konsumen.

Terpisah, Jamali, salah satu pemilik rumah menjahit di Kota Mataram, juga mengatakan tidak cukup mengkhawatirkan pakaian bekas impor. Menurutnya, segmen pasarnya berbeda-beda. Sejak beberapa tahun menjahit, menurutnya pakaian impor tidak mempengaruhi pesanannnya.

Justru, kata Jamali, yang mengkhawatirkan adalah maraknya pakaian-pakaian yang dijual melalui marketplace. Dengan ragam pilihan model serta harganya. Bahkan pembeli tidak harus mendatangi toko pakaian.

Tinggal bagaimana caranya memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen. pesanan pembuatan baju-baju masih tetap ada. Terutama pakaian kantor dan sekolah.

“Yang dibutuhkan konsumen adalah jahitan yang bagus, model yang memuaskan. Itu yang kita kejar. Kita terbantu dengan jasa ngecilin baju, atau pakaian lainnya yang sudah dibeli. Bahkan kita sering nerima ngecilin baju-baju impor. Yang terpenting jangan kebablasan saja baju impor masuk,” demikian Jamali. (bul)




Digital Interaktif.

Edisi 1 Januari 1970

Gubernur NTB: NTB Siap Berbagi Strategi Ekonomi

0
Mataram (Suara NTB) - Industrialisasi terbukti memulihkan dan membangun ekonomi Nusa Tenggara Barat usai bencana gempa 2018. Lantas, pasca-relaksasi ekonomi selepas pandemi, strategi menggelar...

Latest Posts

Gubernur NTB: NTB Siap Berbagi Strategi Ekonomi

Mataram (Suara NTB) - Industrialisasi terbukti memulihkan dan membangun...

Bunda Niken: Kader PKK Adalah Orang-Orang Hebat

Mataram (Suara NTB) - Ketua Tim Penggerak PKK NTB,...

Lewat BRImo Future Garuda, BRI Dorong Talenta Muda Timba Ilmu Dari Empat Legenda Sepak Bola Dunia

Jakarta (suarantb.com) - Keberhasilan Timnas Indonesia U-22 di kancah...

NTB Kembangkan Industrialisasi Minyak Kayu Putih di Areal Perhutanan Sosial

Mataram (Suara NTB) - Lahan kering dan curah hujan...

Politik Identitas Dan Ancaman Demokrasi Menjelang Kontestasi Pemilu 2024

Oleh: Jhoni Sutangga, S.Fil.I., M. Sos. (Jurnalis Radar Mandalika,...