Mataram (Suara NTB) – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah melakukan Memorandom of Understanding (MoU) terhadap kebijakan pengawasan nasional. Kebijakan ini juga sudah diikuti di Provinsi NTB dengan menggelar Rapat Koordinasi Pengawasan Daerah (Rakorwasda) yang diikuti jajaran Polda NTB, Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB dan Inspektorat Kabupaten/Kota se NTB di Gedung Sangkareang Kantor Gubernur NTB, Kamis, 16 Maret 2023.
Inspektur Provinsi NTB Ibnu Salim, S.H., M.Si., menjelaskan, rakorwas ini dalam rangka menindaklanjuti kebijakan pengawasan nasional untuk optimalisasi penyelenggaraan pemerintahan daerah dan untuk efektivitas program-program pusat dan daerah guna lebih optimal dalam penyelesaiannya.
‘’Misalnya, pengawsan stunting, pengawasan inflasi, kemudian pengawasan pengelolaan keuangan daerah. Melalui pengawasan itu diefektifkan. Ada kebijakan nasional pengawasan dan kebijakan daerah. Itu kita samakan persepsi. Kemudian bagaimana dukungan pemerintah provinsi, dalam hal ini Inspektorat kepada Inspektorat kabupaten/kota dalam bentuk supervisi dan monitoring,’’ ujarnya pada Suara NTB usai rakorwasda.
Menurutnya, adanya sosialisasi ini kita sepakat akan membangun komnunikasi dan koordinasi menindaklanjuti MoU antara Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan Aparat Penegak Hukum (APH). Dalam hal ini, kalau ada pengaduan masyarakat berindikasi korupsi, maka akan dikoordinasikan dengan APIP.
‘’Kalau sifatnya administrasi akan ditindaklanjuti dengan pengembalian dan perbaikan penyempurnaan administrasi oleh APIP. Kalau ada ketemu mens rea, maka akan diserahkan ke APH untuk ditindaklanjuti sesuai dengan proses hukum. Karena komitmen MoU ini adalah kebijakan nasional yang diinisiasi oleh presiden kemudian ditindaklanjuti oleh Kemendagri, Kapolri, Kejaksaan Agung dan sudah ditandatangani,’’ terangnya.
Untuk itu, Inspektorat Provinsi NTB menggelar sosialisasi untuk menindaklanjuti kebijakan tingkat pusat ini di daerah.
Ditegaskannya, setiap ada laporan pengaduan dari masyarakat ke kepolisian atau kejaksaan terkait penggunaan anggaran yang bersumber dari APBN atau APBD apapun bentuknya tetap harus ada koordinasi antara APIP dan APH.
‘’Jadi MoU ini jangan dimaknai untuk menyembunyikan kejahatan, tidak. Sekarang ini terlalu banyak mata melihat, sehingga sulit kita untuk bersembunyi terhadap pelanggaran-pelanggaran ini. tapi ini adalah bentuk preventif di awal. Yang salah tetap akan diproses hukum,’’ tegasnya.
Sementara jika dari laporan yang diterima oleh APH tersebut, PNS atau ASN tidak salah, ada ruang diskusi atau second opinion dari hasil audit itu. ‘’Kita jelaskan seperti ini. itu makna dari MoU itu, adalah ruang diskusi, ruang pertimbangan dan ruang second opinion dan kita tidak mau menghukum orang yang salah. Misalnya ada kesalahan administrasi dan kerugiannya kecil bisa dikembalikan. Jika biaya penyelidikan dan penyidikan lebih besar dari dampak kerugian yang ada, maka penetapan sanksi administrasi atau mengembalikan pada negara harus dilakukan,’’ terangnya.
Namun, institusi pemerintah asal PNS tersebut akan memberikan sanksi administrasi atau sanksi disiplin.
Selain itu saat audit dilakukan, pihaknya meminta APH melakukan pemantauan, sehingga tidak ada kongkalikong atau persepsi dari masyarakat antara APIP dan terlapor main mata.
Pada bagian lain, ujarnya, Inspektorat Provinsi NTB siap mem-back up tenaga auditor ke kabupaten/kota, jika tenaga yang ada di provinsi sedang tidak memiliki tugas. Apalagi di kabupaten/kota banyak permintaan dukungan perhitungan kerugian negara/daerah oleh APH, tapi kekurangan SDM. ‘’Nah kita akan back up SDM-nya untuk membantu percepatan penyelesaian keuangan ngara, agar tindak lanjutnya juga cepat oleh APH,’’ tambahnya. (ham)