Mataram (SuaraNTB) – Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda NTB, tidak melakukan penahanan terhadap dua orang tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Alat Bantu Belajar Mengajar (ABBM) di Poltekkes Kemenkes Mataram. “Tersangka tidak kami tahan dan saat ini berkas keduanya sedang menunggu hasil ekspose Kejaksaan,” kata Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Lalu Muhammad Iwan Mahardan, kepada wartawan, Jumat, 17 Maret 2023.
Meski dua orang tersangka berinisial Z dan A tidak ditahan, dia memastikan keduanya tetap dalam pengawasan. Hal itu dilakukan supaya mereka tidak kabur dan menghilangkan barang bukti. “Kami tetap akan mengawasi mereka supaya tidak terjadi hal tidak diinginkan yang akan menyulitkan penyidik nanti,” tambahnya.
Apalagi penahanan tersangka bersifat subjektif dan objektif dari penyidik. Selama mereka dianggap masih berada di tempat dan kooperatif saat dimintai keterangan maka keduanya tidak ditahan. “Kami akan lakukan penahanan ketika berkasnya dinyatakan lengkap (P21) untuk kemudian dilimpahkan ke Kejaksaan (tahap dua),” ujarnya.
Disinggung kembali terkait kerugian negara dalam kasus ini, dia enggan memberikan informasi termasuk jabatan dari kedua tersangka. “Kalau untuk kerugian negara nanti akan kami sampaikan lebih lanjut, yang penting saat ini kasusnya masih terus berjalan (on the track),” pungkasnya.
Untuk diketahui, pengadaan Alat Bantu Belajar Mengajar (ABBM) bersumber dari APBN Tahun 2017 yang disalurkan melalui Kementerian Kesehatan RI dengan anggaran Rp19 miliar. Pembelian barang ABBM dilakukan melalui E-Katalog. Namun ada yang secara langsung melalui sistem tender yang dimenangkan tujuh perusahaan penyedia dengan melibatkan 11 distributor.
Salah satu item yang dibeli adalah boneka manekin. Alat tersebut digunakan untuk menunjang praktik di jurusan perawat, bidan, gizi, dan analis kesehatan. Namun, barang yang bersumber dari pengadaan tersebut diduga sebagian tidak bisa dimanfaatkan sehingga berstatus mangkrak. Alasan pihak kampus tidak bisa menggunakan karena tidak sesuai dengan kebutuhan kurikulum belajar.
Dari kasus ini sebelumnya muncul temuan dari Inspektorat Jenderal Kemenkes RI senilai Rp4 miliar. Angka tersebut masih bersifat umum karena tidak hanya muncul dari Poltekkes Kemenkes Mataram saja, melainkan ada dari Poltekkes Banda Aceh dan Tasikmalaya, Jawa Barat.
Penyidik pun pernah meminta salinan dari temuan Itjen Kemenkes RI untuk kebutuhan audit kerugian negara. Namun, itjen menolak permintaan tersebut sehingga penyidik menelusuri kerugian dengan menggandeng BPKP. Karena terkesan lamban sejak penanganan di tahun 2018, kasus ini sempat mendapat sorotan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (ils)