Praya (Suara NTB) – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Lombok Tengah (Loteng) menemukan sejumlah persoalan dalam proses pencocokan dan penelitian (coklit) daftar pemilih untuk Pemilu 2024 yang telah selesai dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat. Mulai dari pemilih siluman hingga anak TK ditemukan ada yang masuk sebagai pemilih. Terhadap temuan-temuan tersebut, Bawaslu Loteng pun merekomendasikan kepada KPU Loteng untuk segera menghapus data pemilih yang bermasalah tersebut sebelum penetapan Daftar Pemilih Sementara (DPS) dilakukan.
Usai rapat koordinasi dengan stakeholder terkait bersama Panwascam di kantor Bawaslu Loteng, Koordinator Divisi Pencegahan, Parmas dan Humas Bawaslu Loteng, L. Fauzan Hadi, Kamis, 16 Maret 2023, mengungkapkan, pemilih siluman ditemukan di tiga kecamatan. Terbanyak di Kecamatan Janapria, sebanyak 22 orang, kemudian di Kecamatan Pringgarata dan Kopang, masing-masing 2 dan 7 orang, sehingga total ada 31 orang pemilih siluman yang ditemukan dalam proses pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu Loteng.
“Dikatakan pemilih siluman, karena setelah kita cek namanya memang masuk dalam daftar pemilih. Tetapi tidak ditemukan sesuai alamat yang tertera. Pemilih bersangkutan juga tidak dikenal oleh masyarakat sekitar ketika ditanyakan prihal keberadaan pemilih bersangkutan,” terangnya.
Kemudian Bawaslu Loteng juga menemukan ada dua pemilih di Kecamatan Batukliang dan Pringgarata yang ternyata masih anak TK. Di mana data pada daftar pemilih kedua anak TK tersebut tercatat kelahiran tahun 2006. Yang artinya bakal berusia 18 tahun pada saat pemilu mendatang berlangsung. “Tapi ternyata setelah kita cek di lapangan, kedua anak tersebut masih TK,” imbuhnya.
Ironisnya, pihak Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) setempat justru tidak berani menghapus data pemilih yang bermasalah tersebut. Untuk itu, penghapusan data pemilih tersebut bakal menjadi rekomendasi Bawaslu Loteng kepada KPU Loteng.
Terpisah, Ketua Bawaslu Loteng, Abdul Hanan, juga mengkritik proses coklit yang dilakukan oleh KPU Loteng yang dinilai menerapkan standar ganda. Di mana ada perlakuan berbeda di sejumlah kecamatan dalam menyikapi beberapa temuan di lapangan.
Misalnya, terkait pemilih yang sudah meninggal serta pemilih yang bekerja di luar negeri. Petugas pantarlih meminta ada surat keterangan kematian dari pemerintah desa, baru akan mengakui kalau pemilih tersebut sudah meninggalkan dunia. Sementara bagi pemilih yang bekerja di luar negeri, tidak perlu ada surat keterangan apapun. Cukup dengan keterangan keluarga saja sudah diakui berada di luar negeri.
Padahal tidak mungkin sampai ada keluarga yang mau mengakui kalau anggota keluargnya sudah meninggal dunia. Artinya, untuk memastikan pemilih tersebut sudah meninggal dunia cukup dengan keterangan keluarga saja. Sama perlakuan bagi pemilih yang bekerja di luar negeri. Tidak perlu harus ada surat keterangan kematian dari pemerintah desa.
Perlakuan standar ganda juga terjadi pada proses coklit pemilih lintas desa atau dusun. Di beberapa desa atau dusun, ada pantarlih yang tetap melakukan coklit terhadap pemilih meski alamat di KTP-nya berbeda dengan data di daftar pemilih. Namun di tempat lain, justru tidak dilakukan coklit.
“Di data kita ada sekitar dari 93 pemilih lintas desa atau dusun yang ditemukan, 25 pemilih sudah dicoklit oleh pantarlih. Sementara sisanya sebanyak 68 pemilh, belum di coklit oleh petugas. Temuan ini juga akan menjadi rekomendasi kita ke KPU Loteng, ditindaklanjuti,” tegasnya. (kir)