Oleh: Muharis
(Dosen Politeknik Selaparang Lombok Aikmel Lombok Timur)
Konon pernah hidup seorang putri jelita yang menghipnotis hampir setiap pangeran di sebuah pulau yang dikenal dengan sunda kecil. Entah kapan bermulanya dan bagaimana kejadiannya, masih belum ada sumber untuk menghindari ungkapan tidak ada yang bisa memberikan elaborasi yang cukup memuaskan. Namun yang pasti bahwa kisah sang putri jelita, Mandalika namanya, masih tetap hidup di tengah-tengah masyarakat sasak di sebuah pulau mungil yang sekarang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Lombok. Pulau ini termasuk ke dalam provinsi Nusa Tenggara Barat – yang terdiri dari satu kota madya dan empat kabupaten, yaitu kota Mataram, kabupaten Lombok Barat, kabupaten Lombok Tengah, kabupaten Lombok Utara, dan Kabupaten Lombok Timur.
Nilai historis yang dimiliki dari Mandalika yang berwujud dalam perayaan Bau Nyale ini menunjukkan sebuah hubungan nilai kekerabatan yang sangat kental antara masyarakat suku Sasak dengan legenda putri Mandalika ditambah dengan keyakinan terhadap sang putri sebagai jelmaan cacing laut (nyale). Mandalika menurut sejarah yang terungkap melalui literatur yang dapat dijangkau oleh penulis adalah putri dari raja Tonjang Beru dari Kerajaan Sekar Kuning.
Sehingga tumbuh besar dalam lingkungan kerajaan menyebabkan karakter berharga (kepemimpinan) sudah pasti melekat dalam figur Putri Mandalika (Dewi Seranting). Paling tidak ada tiga karakter kuat dalam kepribadiannya, yakni 1) Putri Mandalika adalah seorang raja perempuan dari kerajaan Sekar Kuning menggantikan Raja Tonjang Beru, 2) Putri Mandalika merupakan seorang raja perempuan yang dicintai oleh rakyatnya, 3) dan Putri Mandalika adalah seorang perempuan yang teguh pendirian dan tidak mudah diintervensi oleh kerajaan sekitarnya dalam membuat suatu keputusan.
Wahidah, B. Y. K. (2019). Mitologi Putri Mandalika Pada Masyarakat Sasak Terkait Dengan Bau Nyale Pada Pesta Rakyat Sebagai Kearifan Lokal Tinjauan Etnolinguistik tahun 2018. JUPE: Jurnal Pendidikan Mandala, 4(5).
Mandalika, P. (2020). Nilai Moral Figur Putri Mandalika dalam Profesi Akuntan Ika Putri Fitri Ajiani1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga, Indonesia Email: ika. putri. [email protected] feb. unair. ac. id.
Yoniartini, D. M. Kesetaraan Gender dalam Cerita Putri Mandalika Analisis Tzvetan Todorov. Nusa: Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra, 16(2), 154-164.
Sebagai contoh yang kemudian viral sampai hari ini bahwa keputusannya untuk melerai perpecahan dan pertempuran di Bumi Sasak, maka di sebuah pantai Kuta Lombok menjelang subuh pada tanggal 20 bulan ke 10 menurut perhitungan bulan Sasak sang Putri pun meloncat ke dalam laut. Sikap yang memang tidak gampang dipahami – memilih menenggelamkan diri ke laut yang terkesan tidak tepat, namun jika dilihat latar belakang keadaan sosio-kulturalnya yang cukup sulit untuk dicarikan solusinya. Maka selain sebagai bukti bahwa Mandalika sangat kokoh dalam pendiriannya juga memiliki jiwa tidak mementingkan kebutuhan dirinya sendiri ataupun untuk mempertahankan kekuasaannya, dengan kata lain keputusan tersebut telah mampu menciptakan sebuah kondisi damai di bawah kekuasaannya waktu itu.
Sebelum lebih jauh pembahasannya, menarik untuk melihat frase Bau Nyale — yang jika dilihat secara etimologis maka Bau artinya menangkap dan Nyale artinya cacing laut. Sehingga Bau Nyale dapat dipahami sebagai sebuah tindakan atau kegiatan menangkap cacing laut. Istilah ini diderivasi dari Bahasa Sasak yang merupakan bahasa dari suku terbesar yang mendiami pulau seribu Masjid (Lombok). Diksi Nyale cukup menarik untuk didalami selain karena nama populer lainnya dari Putri Mandalika juga karena kata Nyale dapat diartikan menyala dalam logat Sasak. Fenomenanya dapat dibuktikan ketika mengalami langsung proses menangkap Nyale yang waktu keluarnya persis di waktu subuh atau pagi buta dan cacing laut ini akan terlihat seperti menyala atau bercahaya.
Terlepas dari legenda atau cerita menarik sang putri Mandalika juga terdapat potensi alam yang begitu luar biasa berupa lengkungan indah lanskap pantai yang menjadi kawasan wisata unggulan Nusa Tenggara Barat. Di sekitar pantai inilah yang dipercaya oleh masyarakat sasak sebagai lokasi berkumpul rakyatnya beserta para pangeran menyaksikan peristiwa besar yakni sang putri menenggelamkan dirinya ke laut demi menghindari perpecahan. Tidak berlebihan jika kemudian, lanskap alam berupa pantai – mulai dari sebelah barat sampai timur dengan kuta sebagai porosnya, seperti pantai Selong belanak, pantai Mawun, pantai Kuta, pantai Seger, pantai tanjong Aan, pantai Gerupuk, pantai Dondon, pantai Bumbang, dan beberapa pantai lainnya yang belum terekspose dengan baik — membuat banyak investor yang tergila-gila dengan site ini. Fenomenanya sama seperti ketika sang putri Nyale menarik perhatian banyak raja-raja.
Dalam dari pada itu, happiness, attractive, good, sunny, accessible, exotic, enjoyment, interesting, adventurous, restful, cheap, courtesy, dan helpful adalah beberapa kesan-kesan yang dirasakan oleh wisatawan asing menurut temuan penelitian oleh Muhammad Jumail tentang kawasan wsiata tersebut di atas. Untuk semakin memperkuat lagi potensi yang membentuk kawasan wisata Kuta Lombok Tengah, maka dapat dilihat dalam data berikut yang melingkupi dua wilayah kecamatan yakni Pujut dan Praya Barat.