Giri Menang (Suara NTB) – Dinas Kesehatan (Dikes) Lombok Barat (Lobar) menanggapi adanya perbedaan data antara hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) dengan aplikasi e-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) yang sama-sama dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. Dimana dari dua data itu, kasus stunting di Lobar berbeda. Mengacu SSGI sebesar 34 persen sedangkan e-PPGBM malah turun hingga 18,98 persen.
Namun yang dipergunakan selama ini oleh Dikes untuk pemeriksaan stunting adalah mengacu e-PPGBM Kemenkes. Mengacu data itu, terdapat 11 ribu anak di Lobar stunting. Untuk penanganan, stunting ini Pemda Lobar dikucurkan dana Rp9 Miliar untuk program “Telurisasi”. Dana ini diberikannya ke puluhan puskesmas di Lobar.
Kepala Dinas Kesehatan Lobar Arief Suryawirawan mengatakan, untuk pemeriksaan stunting ini dilakukan melalui dua, yakni SSGI dan e-PPGBM.”Namun yang kami lakukan selama ini menggunakan e-PPGBM, itu semua kita entry ke aplikasi e-PPGBM yang sudah dibuat oleh Kemenkes, tapi memang SSGI ini duluan ada,” terangnya, Kamis, 2 Februari 2023.
Kenapa hasil data nya berbeda? Dijelaskan Arief, itu disebabkan metodenya berbeda. Kalau e PPBGM ini, semua anak di Lobar mengacu data Agustus 2022 sebanyak 60 ribu diukur dan ditimbang. “Akhirnya ketemu angka stunting 18,98 persen atau 11 ribu anak,” jelas dia.
Sedangkan untuk SSGI jelas dia, dilakukan dengan cara sampel. Di Lobar diambil sampel sekitar 175 anak, dari 60 ribu anak. Sehingga sampel itu kecil sekali, di samping tidak jelas dimana anak-anak stunting yang disurvei tersebut. Sementara kalau e PPBGM itu, jelas by name by address, sehingga mudah diketahui dan diintervensi oleh pihaknya.
“Sehingga jelas kita mau tangani anak-anak stunting ini, kalau yang disurvey (SSGI) ini, kita kadang-kadang tidak tahu mana anak-anak itu, kalau ada pasti kita intervensi,”jelas dia.
Dalam survei ini tentu memiliki teknik -teknik tertentu. Hal ini pula dikhawatirkan oleh kabupaten/kota lain, pasti data antara SSGI dan e PPBGM ini berbeda. Stunting ini tersebar di desa-desa. Salah satunya, di Desa Batu Putih, angkanya tinggi. Kemungkinan mengambil sampel SSGI di sana, sehingga angkanya tinggi. Atau ketika turun sampling, angka kasus sedang tinggi.
Pihaknya bukan mempersoalkan data stunting ini, namun bagaimana kasus ini ditekan oleh Pemda. Untuk angka stunting berdasarkan e PPBGM sebesar 18,98 persen tersebar banyak di beberapa desa. Di Lobar ada 4 kecamatan tinggi kasusnya, atau zona kuning, yakni Sekotong, Lembar, Batulayar dan Narmada. Tahun 2024, kata dia, ditarget angka stunting sebesar 14 persen. Di Lobar pun menarget angka itu, sehingga dari tahun-tahun sebelumnya sudah dilakukan intervensi melalui program.
Tahun ini ditarget penurunan sebesar 3 persen, mulai dari hasil penimbangan bulan Februari ini. Untuk menekan itu, melalui kegiatan intervensi seperti pemberian susu selama tua pekan sehingga diharapkan berpengaruh terhadap anak-anak, sehingga sisanya 15 persen.
Kemudian untuk penimbangan bulan Agustus, pihaknya mengubah strategi untuk menekan stunting ini. Pihaknya menggalakkan program “Telurisasi” kepada 11 ribu anak stunting. “Untuk program Telurisasi 11 Ribu anak stunting ini ada anggaran dari pusat langsung ke puskesmas, dalam bentuk uang didrop mencapai Rp9 miliar, tersebar untuk puskesmas,”ujarnya. Â Â (her)