Mataram (Suara NTB) – Kasus penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD) di NTB mesti mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah dan masyarakat yang ada di daerah ini. hingga 30 Januari 2023, jumlah kasus DBD yang terlapor ke Dinas Kesehatan (Dikes) NTB baru 386 kasus. Kabupaten Lombok Timur dan Sumbawa belum memberikan laporan ke Dikes NTB.
Meski demikian menurut Kepala Dikes NTB dr. H. Lalu Hamzi Fikri, MARS., melalui Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular dan Zoonosis, dr. Zainul Arifin, M.P.H., dari jumlah ini warga yang meninggal akibat DBD sebanyak 12 orang, 8 dari Kabupaten Bima dan 4 dari Kota Bima.
‘’Tahun 2022, jumlah kasus 3.121 kasus. Sementara posisi kasus di bulan Januari 2023, 386 kasus yang terlapor, karena Lombok Timur dan Kabupaten Sumbawa belum ada laporan. Memang tadi ada konfirmasi warga yang menderita DBD sebanyak 8 orang di Bima dan 4 orang dari Kota Bima. Tahun kemarin Kabupaten Bima dan Kota Bima yang meninggal akibat DBD masing-masing 1 orang,’’ ungkapnya pada wartawan di Kantor Dikes NTB, Senin, 30 Januari 2023.
Sementara tahun 2022, ujarnya, hanya 8 orang yang meninggal akibat DBD. 2 orang dari Lombok Barat, Lombok Tengah 1 orang, Sumbawa 2 orang, Sumbawa Barat 1 orang, Bima 1 dan Kota Bima 1 orang.
Menurutnya, dengan . Namun, sekarang ini jumlah warga yang meninggal 8 orang menandakan persoalan DBD di Kabupaten Bima dan Kota Bima cukup serius, sehingga harus mendapat penanganan cepat. Untuk Dikes NTB sudah melakukan pertemuan secara zoom mengenai strategi-strategi yang dilakukan dalam mengatasi masalah DBD ini.
Dalam mengatasi ini pihak kabupaten/kota yang berada di garis depan, sementara dari provinsi hanya memberikan arahan, bimbingan dan memberikan dukungan logistik untuk Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Pihaknya juga mengharapkan pemerintah kabupaten/kota segera melakukan PSN dengan target bebas jentik 95 persen.
‘’Artinya 100 rumah yang disurvei, 95 rumah harus bebas dari jentik, baru akan turun kasus demam berdarah, jadi kalau 5 rumah ini, kalau ada jentik tidak di satu deretan rumah warga, tapi lokasinya berjauhan. Kemudian karena ada kasus banyak dan kematian, fogging dibutuhkan. Ini sudah koordinasi, insektisida sudah disebar ke Bima dan Kota Bima,’’ terangnya.
Pihaknya mengharapkan warga masyarakat tetap waspada, walau penyebaran DBD ini tersiklus. Awal tahun naik, tengah tahun turun, dan akhir tahun naik. Menurutnya, penyebab kenaikan jumlah yang terpapar DBD ini kumulatif, karena kondisi lingkungan dan perilaku yang saling berkaitan.
Hujan yang tidak menentu berpotensi menimbulkan genangan air. Tapi kondisi cuaca seperti itu disertai perilaku yang baik, kewaspadaan PSN, maka penyebaran DBD bisa dicegah. Perilaku ini bukan untuk perilaku kebersihan, tapi pemberantasan sarang nyamuk.
‘’Misalnya dilakukan pembersihan dengan membersihkan semak-semak, saluran air dibersihkan. Ini juga merupakan tindakan yang benar, namun nyamuk DBD itu ada dalam rumah. Contohnya, kalau ada dispenser, di belakang penyimpanan air dispenser itu berpotensi menjadi sarang nyamuk aedes. Aedes tidak akan bertelur di got, tapi di tempat yang bersih,’’ terangnya.
Meski demikian, saat melakukan PSN harus menyeluruh, tidak bisa hanya rumah sendiri yang bersih, jika rumah tetangga tidak bersih, karena nyamuk terbangnya 100 meter dari lokasi semula. ‘’Pemberantasan harus dilakukan serentak dan terus menerus,’’ ujarnya mengingatkan. (ham)