Mataram (Suara NTB) – Pemkot Mataram belum bisa menerapkan sepenuhnya kebijakan penggunaan produk lokal dalam pengadaan barang dan jasa maupun penggunaan produk masyarakat. Hal ini butuh proses dan tidak bisa secara instans.
Asisten I Setda Kota Mataram Lalu Martawang mengatakan, arahan Presiden RI Ir. H. Joko Widodo meminta penggunaan produk lokal selaras dengan kebijakan Walikota Mataram H. Mohan Roliskana. Namun, penerapannya tidak bisa secara keseluruhan sehingga butuh proses. “Jadi tidak bisa semuanya simsalabim begitu,” kata Martawang dikonfirmasi, Jumat, 27 Januari 2023.
Ia mencontohkan, pemerintah daerah membuat perencanaan kemudian dikeluarkan kebijakan tentang penggunaan produk lokal. Hal ini tidak bisa dibalik karena perencanaan disusun pemerintah memiliki mekanisme atau aturan.
Khusus pengadaan barang dan jasa memiliki aturan yang jelas. Martawang menganalogikan misalnya ada produk yang dibutuhkan oleh pemerintah dengan spesifik sama di dua penyedia. Penyedia satu menjual dengan harga 30, sedangka penyedia lainnya menjual 100. Pemerintah akan mengambil harga 30. Kenapa harus diambil karena ada persoalan hukum yang mengatur. Hal ini harus diproteksi sehingga tidak menimbulkan persoalan hukum. “Logikanya kalau ada harga murah dengan spesifikasi sama maka kita akan mengambil yang 30 tidak mungkin yang harga 100,” terangnya.
Apakah pengusaha lokal tidak siap dengan aturan atau bersaing dengan produk luar? Mantan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Mataram ini, tidak ingin mengatakan demikian, tetapi harus dibuatkan regulasi untuk mengafirmasi kebijakan tersebut.
Ditambahkan, penggunaan produk lokal di Kota Matatam, telah diperkuat dengan surat edaran Walikota Mataram melalui Dinas Perindustrian, Koperasi, dan Usaha Kecil Menengah Kota Mataram. Setiap agenda rapat diminta menggunakan jajanan buatan masyarakat setempat. Meskipun diakui, jajan kotak masih ada dari salah satu produk. “Tetapi setelah saya tanya ternyata kue yang dijual disana disuplai dari masyarakat setempat,” ujarnya seraya menambahkan, pelaku UMK skala kecil tidak siap dengan perpajakan dan merk sehingga butuh jenjang pengelolaan. (cem)