Mataram (Suara NTB) – Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Provinsi NTB, H. Haerul Warisin menyebut kuota pupuk subsidi yang diterima petani, khususnya di Provinsi NTB masih jauh dari harapan. Hal ini menyebabkan beratnya mengentaskan petani dari kemiskinan.
Berdasarkan keputusan Kementerian Pertanian No 734 Tahun 2022, alokasi pupuk subsidi untuk NTB tahun 2023 sebesar 182.484 ton untuk Urea. 106.836 untuk NPK. Dan 1.121 liter untuk NPK formula khusus. Anggota DPRD Provinsi NTB ini ditemui di Mataram, Jumat, 27 Januari 2023 menyampaikan hitung-hitungannya.
Dari kuota yang diterima, rata-rata petani hanya mendapatkan 40 Kg pupuk subsidi jenis urea dalam satu hektar lahan. Dari kebutuhan ideal 225 Kg per hektar. “Bayangkan, setelah dikurangi jatah pupuk petani, dikurangi juga jenis tanaman yang boleh menerima pupuk subsidi. Bayangkan itu,” ujarnya.
Pupuk Bersubsidi diperuntukkan bagi petani yang melakukan usaha tani di bidang tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan dengan luas lahan maksimal 2 hektar setiap musim tanam. Usaha tani sub sektor tanaman pangan adalah padi, jagung, dan kedelai. Usaha tani sub sektor hortikultura adalah cabai, bawang merah, bawang putih.
Sementara usaha tani sub sektor perkebunan adalah tebu rakyat , kopi dan kakao. Petani penerima sebagaimana dimaksud, imbuh Iis, adalah petani yang tergabung dalam Kelompok Tani dan terdaftar dalam Simluhtan (Sistem Informasi Manajemen Penyuluhan Pertanian). “Bawang merah dan bawang putih tidak dapat subsidi pupuk untuk Urea, hanya dapat NPK. NPK inipun hanya dapat 15 persen,” paparnya.
Kuota pupuk subsidi yang diberikan oleh pemerintah ini dirasa tidak akan mencukupi kebutuhan ideal petani. Disisi lain, pemerintah menargetkan peningkatan produksi. Petani saat ini belum mampu mengandalkan pupuk non kimia (pupuk organik). Alasannya, kemampuan untuk mendapatkan bahan baku pupuk organik terbatas. Selain itu, produksi yang diharapkan tidak sebanding dengan hasil menggunakan pupuk kimia. Pun masa produksi komoditas pertanian lebih lambat.
“Sehingga harus jadi pertimbangan, masih kita sangat bergantung dengan pupuk kimia,” tambahnya. Menyiasati kekurangan kuota pupuk subsidi ini, kata Warisin, pemerintah seyogiyanya bisa mengklasifikasi petani, khususnya petani NTB. Yang umumnya adalah petani miskin. Dibuktikan dari penguasaan lahan pertanian yang dimili pada kisaran 5 are, hingga 25 are rata-rata.
Dari lahan ini beban ekonomi cukup tinggi. Untuk biaya sekolah anak-anaknya, menghidupi keluarganya, belum lagi biaya lain-lainnya. “Kalau dari luas lahan hanya segitu, kemudian diberikan pupuk yang harganya berjuta juta perkuintal (pupuk subsidi), ndak akan mampu. Bagaimana bisa dia keluar dari kemiskinan. Itulah sebabnya kita berharap pemerintah Indonesia ini harus memperhatikan petani miskin yang harus dibantu melalui subsidi sepenuhnya,” harapnya. (bul)