Migrasi Cidomo ke Mobil Listrik di Tiga Gili Butuh Waktu

0
Cidomo saat beroperasi di Gili Trawangan. Muncul wacana untuk mengganti cidomo dengan kendaraan listrik di sana, namun wacana ini masih perlu membutuhkan kajian (Suara NTB/dok)

Tanjung (Suara NTB)– Komisi II DPRD Lombok Utara menilai keinginan pemerintah daerah untuk memigrasi angkutan tradisional Cidomo menjadi mobil listrik di kawasan Tiga Gili (Gili Trawangan, Meno dan Air) tidak mudah. Sebaliknya proses itu butuh waktu, mengingat harga dan kondisi infrastruktur jalan yang menghubungkan seluruh titik wisata.

“Pada dasarnya kami setuju dengan wacana eksekutif tersebut, tapi itu tidak mudah. Infrastruktur jalan di tiga pulau belum merata, dan kesiapan pengelola transportasi darat di tiga pulau belum kita dengar,” terang Wakil Ketua Komisi II DPRD KLU, Hakamah, A.Md.,S.Kh., Sabtu 14 Januari 2023 kemarin.

Ia menerangkan, penyedia transportasi tradisional Cidomo di Tiga Gili rata-rata berada di bawah asosiasi Koperasi. Contohnya di Gili Trawangan, asosiasinya bernama Koperasi Janur Indah. Dalam AD/ART-nya, tentu menyebut Cidomo dalam nomenklatur koperasinya. Jika harus merubah spesifikasi kendaraan menjadi mobil listrik, maka nomenklatur kendaraan juga harus diubah.

Selanjutnya, Hakamah juga melihat pergantian jenis kendaraan dari Cidomo menjadi kendaraan listrik akan berdampak pada PAD. Cidomo selama ini membayar retribusi kepada pemerintah daerah. Beralihnya jenis kendaraan menjadi mesin, akan berdampak pada pergeseran penyerahan retribusi kepada pemerintah yang berwenang, dalam hal ini Pemprov NTB.

“Belum lagi kita pertimbangkan dari sisi kemampuan finansial penyedia transportasi. Minimal mereka harus menjual kuda dan peralatannya, lalu membeli mobil listrik,” terangnya.

Pada aspek terakhir, Hakamah mencermati nilai jual cidomo di Tiga Gili akan jatuh ke titik terendah. Sebab, selama ini cidomo disebut-sebut sebagai kendaraan mahal oleh karena spesialisasi titik angkutan dan jumlahnya yang terbatas.

“Saya perkirakan kalau kendaraan itu dijual ke darat, nilainya tidak akan sama dengan di Gili. Faktor ini sudah kita duga akan menjadi satu kekhawatiran masyarakat,” tandasnya.

Sebelumnya, di sela-sela mendampingi Kepala Bappenas RI di Gili Trawangan, Bupati Lombok Utara, H. Djohan Sjamsu, SH., melempar ide untuk mengganti alat transportasi tradisional cidomo di Tiga Gili dengan kendaraan listrik. Namun demikian, substitusi kendaraan itu tidak berlaku terbuka bagi semua pengusaha atau masyarakat, melainkan diprioritaskan bagi pemilik cidomo atau anggota cidomo yang tergabung dalam asosiasi cidomo di Tiga Gili.

“Mengganti kendaraan listrik dengan cidomo hanya kita berikan kesempatan kepada pemilik cidomo untuk mengganti sarana. Jangan pengusaha yang punya kendaraan listrik,” tegas Djohan.

Bupati berpandangan, pengusaha baru atau bahkan pemilik hotel tidak akan diberikan akses untuk mengkomersilkan kendaraan listrik. Sebab hajat sarana angkutan ini sejatinya adalah pengganti cidomo sejumlah armada yang sudah beroperasi. Dengan ketegasan pengaturan ini, ia meyakini tidak akan ada gejolak di kalangan anggota Koperasi – misalnya, Koperasi Janur Indah di Gili Trawangan. Begitu pula, akses tertutup bagi kendaraan listrik di tingkat pengusaha dan hotel tidak akan menciptakan kompetisi maupun sepinya penumpang.

“Kalau kusirnya yang punya (cidomo), saya kira tidak ada soal. Karena dengan kuda sekarang, wisatawan asing punya kesan kita menyiksa kuda,” imbuhnya.

Djohan menegaskan tidak akan ada kompensasi lain dari diberlakukannya penggantian cidomo kepada mobil listrik. Pemerintah Kabupaten hanya akan memastikan bahwa jumlah unit cidomo diganti dengan kendaraan listrik pada angka yang sama. Sehingga para anggota Koperasi Cidomo tidak kehilangan pasar maupun mata pencaharian setiap harinya. Mereka dapat melayani wisatawan seperti biasa dengan suasana lebih aman dan nyaman.

“Kompensasi lain tidak ada. Kita minta yang punya cidomo ganti dengan kendaraan listrik,” tandas Djohan. (ari)