Mataram (Suara NTB) – Politisasi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Provinsi NTB untuk kepentingan politik menjelang pemilu 2024 ini, dalam penilaian Bawaslu Provinsi NTB masuk kategori sangat rawan. Oleh sebab itu dari sejak dini Bawaslu melakukan upaya-upaya meminimalisir potensi politisasi ASN tersebut.
Anggota Bawaslu Provinsi NTB, Hasan Basri menyebutkan bahwa potensi pelanggaran pemilu di kalangan ASN sangat besar. Karena mereka sangat berpotensi di peralat oleh oknum-oknum pemegang kekuasaan politik untuk diarahkan membantu melakukan kegiatan-kegiatan pemenangan politik pada Pemilu 2024 mendatang.
“Kami anggap ASN ini sering dipolitisasi oleh oknum peserta pemilu, sehingga menjadi salah satu titik rawan pelanggaran pemilu di ASN, bahkan bukan lagi rawan tapi sangat rawan. Karena mereka punya tolls, punya alat untuk menggerakkan, punya kewenangan, punya aparatur yang berantai. Beda dengan masyarakat sipil,” jelasnya saat dikonfirmasi pada Senin, 5 Desember 2022.
Oleh karena itu, dalam upaya menekan potensi pelanggaran pemilu di kalangan ASN tersebut. Bawaslu NTB mulai memberikan sosialisasi kepada kalangan ASN dengan harapan mereka dapat pemahaman yang lebih utuh terkait dengan sanksi jika mereka terlibat aktif dalam politik praktis Pemilu 2024.
“Soal netralitas ASN ini prinsip dasarnya mereka harus dipahami aturan main. ASN adalah pelayan rakyat, digaji oleh rakyat, jadilah ASN yang benar, yang berintegritas. Kalau diduga melanggar, Bawaslu bisa memanggil dan memeriksa,” jelasnya saat memberi sosialisasi netralitas ASN di Mataram.
Sementara itu, Ketua Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) NTB, Lalu Aksar Ansori yang menjadi narasumber dalam sosialisasi netralitas ASN tersebut juga menyebutkan potensi pelanggaran netralisir ASN pada pemilu 2024 nanti cukup tinggi jika berkaca pada kasus pelanggaran netralitas ASN pada perhelatan pemilu sebelumnya.
Disebutkannya, berdasarkan data dari Komisi ASN, pada pemilu 2019 lalu tercatat 894 ASN diberikan rekomendasi karena terbukti tidak netral. Pada perhelatan Pilkada serentak 2020, pelanggaran itu netralitas ASN maki naik, dan direkomendasi 1.398 ASN yang terbukti melanggar netralitas.
“Ini bukan soal tindak pidananya, tapi soal disiplin dan kode etik. Karena itu kita imbau ASN menerapkan prinsip kehati-hatian lebih diutamakan, meskipun kita bilang bukan kampanye tapi Bawaslu menilai itu kampanye, bisa ditindak,” katanya.
Lebih jauh disampaikan Aksar bahwa berdasarkan survei Komisi ASN yang menjadi penyebab ASN tidak netral dalam pemilu. Diantaranya yang paling tinggi adalah pertama ikatan persaudaraan sebesar, 50,76 persen, dan kepentingan karier sebesar 49,72 persen.
“Dari penelitian Komisi ASN itu pertama karena faktor kekerabatan, yang kedua soal kepentingan karier, itu sangat tinggi sekitar 40 persen lebih. Nah ini menunjukkan bahwa sistem pembinaan karier di ASN itu tidak jalan dengan baik,” ucap mantan Ketua KPU NTB itu. (ndi)