Selong (Suara NTB) – Tim Asesmen dari Kementerian Kesehaten (Kemenkes) RI, Kamis, 1 Desember 2022 mendatangi Kabupaten Lombok Timur (Lotim). Tim dari Kemenkes ini ingin membuktikan Lotim bebas kasus frambusia.
“Kita ingin buktikan bahwa kasus frambusia ini benar-benar tidak ada,” ungkap Ketua Tim Asesmen Kemenkes RI, Subahagio menjawab Suara NTB di sela kunjungannya di Kantor Bupati Lotim. Dia menjelaskan, Lotim bakal diberikan sertifikat sebagai daerah bebas frambusia. Sebelum diberikan sertifikat, Kemenkes ingin mengecek dan tidak menginginkan setelah diberikan sertifikat lalu muncul kasus belakangan.
Lotim disebut bukanlah daerah endemis frambusia. “Supaya menyatakan kasusnya tidak ada maka kita buktikan melalui asesmen seperti ini,” terangnya. Sebelum asesmen dilakukan, tim dari Pemerintah Provinsi NTB sudah memberikan penilaian di Lotim soal ada tidaknya temuan kasus.
Frambusia memang tidaklah tergolong penyakit berbahaya, akan tetapi sangat menular. Frambusia dikenal juga sebagai frambesia tropica atau patek. Penyakit ini bisa menular melalui kontak langsung dengan ruam pada kulit yang terinfeksi. Pada awalnya, frambusia hanya akan menyerang kulit. Namun, seiring berjalannya waktu, penyakit ini juga dapat menyerang tulang dan sendi.
“Penyakit ini sejak zaman nenek moyang kita dulu,” ucapnya. Kalau tidak diobati, maka menjalar ke seluruh tubuh. Penyakit ini muncul karena perilaku hidup tidak bersih dan sehat. “Jarang mandi, lama tidak ganti pakaian,” sebutnya.
Kepala Dinas Kesehatan Lotim, Dr. H. Pathurahman mengatakan sudah cukup lama tidak ada kasus frambusia. Disebut sudah beberapa dekade terakhir tidak pernah ditemukan ada kasus penyakit kulit tersebut. Akan tetapi, untuk bisa menyatakan bebas frambusia maka harus diasesmen atau dinilai oleh Kemenkes.
Penilaian dari Kemenkes menghadirkan tim ahli dari epidemologi, ahli klinis dan lainnya. Dikes sudah melaporkan Lotim bisa diusulkan menjadi daerah yang bebas frambusia. Dalam proses penilaian ini, seluruh jajaran kesehatan di lingkup Pemkab Lotim diminta berbicara jujur apa adanya. “Anggap ini sebagai bimbingan teknis, karena dalam proses asesmen ini ditanya bagaimana cara pengobatan,” sebutnya.
Dikes menghadirkan 105 orang dari seluruh puskesmas. Terdiri dari 35 orang dokter, 35 orang promosi kesehatan dan pemegang program frambusia. “Inilah yang ditanya satu persatu oleh tim assesmen,” demikian terang Pathurrahman. (rus)