Mataram (Suara NTB) – Pemerintah Provinsi NTB memutuskan untuk melakukan penyesuaian kembali tarif retribusi daerah. Kenaikan tarifnya bervariasi, ada yang naik hingga lebih dari 100 persen, ada yang turun, ada juga yang tetap. Dari laman https://jdih.ntbprov.go.id/content/pergub-nomor-95-tahun-2022, bahwa acuan terbaru tarif retribusi daerah adalah Peraturan Gubernur NTB Nomor 95 tahun 2022 Tentang Penyesuaian Tarif Retribusi Daerah.
Dalam peraturan ini, terdapat tiga jenis jasa layanan retribusi yang diatur, meliputi Retribusi Jasa Umum. Retribusi Jasa Usaha dan Retribusi Perizinan Tertentu. Jasa Umum dijelaskan sebagai jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
Sementara Jasa Usaha adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial untuk memperoleh keuntungan dan berorientasi pada harga pasar karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Demikian juga dengan Perizinan Tertentu dijelaskan sebagai kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumberdaya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Penyesuaian tarif retribusi ini sudah ditetapkan dan berlaku.
Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) Provinsi NTB, Hj. Eva Dewiyani, melalui Kasubdid Retribusi Daerah, Rinie Aifianti, dan Sub Koordinator Analisa Kebijakan, Yuni Hariadi dijelaskan, penyesuaian tarif ini dilakukan berdasarkan pertimbangan pertumbuhan ekonomi di NTB, dan perkembangan inflasi.
“Terbitnya Pergub restribusi ini untuk penyesuaian, sebagaimana amanat UU, bahwa tariff retribusi dapat ditinjau tiga tahun sekali. Pergub restribusi sebelumnya terbit tahun 2018 sampai 2022 baru ditinjau tarifnya,” kata Hariadi. Masing-masing OPD berbeda-beda tarifnya, OPD selaku pemungut dan Bappenda selaku penghimpun data.
Retribusinya langsung masuk ke kas daerah. Disadur dari beberapa tarif yang dicantumkan dalam Pergub terbaru ini, misalnya, tarif untuk tempat ATM di luar kota, yang sebelumnya Rp750.000 per m2 /tahun , naik menjadi Rp 2,106,000 per m2/tahun. Atau misalnya untuk pelayanan jasa kimis kesehatan terkait bau, rasa dan suhu, yang sebelumnya hanya Rp10.000 masing-masing, naik menjadi Rp20.000 per sampel.
Lainnya, Izin Usaha Penangkapan Ikan untuk kumulatif GT kapal lebih dari 10 GT sebelumnya Rp500.000 sekali izin, naik menjadi Rp1.000.000 sekali izin. Atau Perusahaan Angkutan Pariwisata/Tujuan Tertentu/Angkutan Sewa Khusus 5 (lima) Tahun tarif sebelumnya Rp750.000 naik menjadi Rp2.000.000. Kendati demikian, banyak juga retribusi lainnya yang tarifnya tetap, bahkan diturunkan.
Tahun 2022 ini, target penerimaan retribusi daerah sebesar Rp36 miliar baru terealisasi Rp8 miliar. Masih jauhnya capaian retribusi daerah ini, dijelaskan Rinie, retribusi ini sifatnya tidak tetap, berbeda halnya dengan pajak-pajak. “Misalnya, tempat penyewaan gedung, bulan ini ada yang pakai untuk resepsi, bulan depan belum tentu ada yang gunakan lagi untuk resepsi.
Atau layanan kesehatan, hari ini ada yang meriksa, besok belum tentu ada. Beda halnya dengan pajak kendaraan, tahun ini tetap bayar, tahun depan juga harus tetap bayar sebelum jatuh tempo. Tetapi daerah melakukan penyesuaian tarif untuk memaksimalkan pembangunan,” demikian Rinie. (bul)