Taliwang (Suara NTB) – Untuk semakin mengenalkan keberadaan perpustakaan kepada masyarakat, Dinas Kearsipan dan Perpustakaan (Arpus) Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) getol melaksanakan program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial.
Salah satu program prioritas nasional yang tertuang dalam RPJMN 2020-2024 ini, bagi Dinas Arpus KSB sangat efektif karena tujuannya mendekatkan pelayanan perpustakaan ke masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat selaku pengguna perpustakaan. “Sejauh ini program itu kita sudah dapat melihat dampaknya di masyarakat,” kata kepala Dinas Arpus KSB, Abdul Muis kepada Suara NTB, Selasa, 29 November 2022.
Pelaksanaan program itu, menurut Muis, dalam pengaplikasiannya sangat mudah. Pihaknya cukup memanfaatkan berbagai momen acara atau kegiatan publik dan di sana kemudian didisipkan berbagai kegiatan kepustakaan dengan menyasar setiap segmen umur. “Misalnya di acara car free day, kita buat kegiatan membaca untuk anak-anak. Terus juga kemarin waktu Harlah KSB lewat pameran pembangunan kita buat kegiatan membaca buat anak remaja,” paparnya.
Acara tersendiri pun kerap dibuat oleh Dinas Arpus KSB. Sepanjang tahun 2022 ini, sejumlah kegiatan telah digelar sebagai bentuk tindak lanjut dari program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial tersebut. Mulai dari mengundang ibu-ibu rumah tangga, mahasiswa, pelajar ke kantor kantor Dinas Arpus KSB. Dan di sana dibuat berbagai kegiatan yang menjadi minat para undangan sambil mengenalkan dunia kepustakaan. “Misalnya saat mengundang ibu rumah tangga, kami hadirkan psikolog anak. Jadi ibunya berkonsultasi sementara anak-anaknya membaca buku,” urai Muis.
Bentuk kegiatan lainnya, lanjut mantan Kabag Humas Pemda KSB ini adalah tetap mengaktifkan perpustakaan keliling (Pusling). Bekerja sama dengan komunitas pegiat literasi, Muis menuturkan, armada Pusling miliknya diarahkan menjangkau wilayah-wilayah yang selama ini masih kesulitan mengakses fasilitas yang ada di wilayah kota Taliwang.
“Komunitas-komunitas ini membuat semacam kelompok baca yang kemudian rutin kita datangi. Nah setiap kegiatan itu kita buat berbagai acara, misalnya kepada pembaca anak-anak kami siapkan door prize. Mereka setelah membaca akan kita tanya mengenai isi buku yang dibacanya,” katanya.
Lebih jauh Muis menuturkan, lewat program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial ini berangsur stigma masyarakat terhadap perpustakaan mulai berubah. Yang selama ini sekedar menganggap perpustakaan sebagai tempat menyimpan dan meminjam buku semata. Tetapi sudah mulai berubah bahwa di perpustakaan bisa menjadi sumber mencari berbagai informasi sekaligus aplikasinya.
“Ke depan kami akan terus mengembangkan berbagai cara agar kemudian dunia kepustakaan semakin familiar di masyarakat yang pada akhirnya meningkatkan minat literasi kita,” imbuh Muis.(bug)