Mataram (Suara NTB) – Menggunakan energi yang ramah lingkungan terus digencarkan Pemprov NTB. Termasuk mengolah sampah yang selama ini dibuang menjadi sumber energi dan mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat. Dalam melaksanakan semua ini, semuanya harus dimulai dengan mengolah sampah di pembangkit listrik melalui proses co-firing. Nantinya, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang selama ini menggunakan batubara harus menggunakan biomassa sebagai bahan bakarnya.
‘’Kita menegaskan co-firing di NTB harus jalan. Co-firing itu, adalah mengubah bahan bakar batubara menjadi biomassa. Biomassanya, bisa sampah, bonggol jagung, ranting kayu (bukan kayu besar), sekam atau jerami padi yang mulanya dibuang dan dibakar sembarangan,’’ ungkap Wakil Gubernur (Wagub) NTB Dr. Ir. Hj. Sitti Rohmi Djalilah, M.Pd., usai Diskusi Dalam Rangka Mendukung Kebijakan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca,Transformasi Menuju Energi Baru Terbarukan dan Akselerasi Ekonomi Berbasis Teknologi Hijau, di Ruang Rapat Anggrek, Rabu, 30 November 2022.
Diskusi ini dihadiri General Manager PT. PLN Unit Induk Wilayah NTB Sudjarwo, Kepala Bappeda NTB Dr. Ir. H. Iswandi, M.Si., Asisten II (Perekonomian Pembangunan) dr. Hj. Nurhandini Eka Dewi, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Julmansyah, S.Hut., M.AP., dan lainnya.
Nantinya, kata Wagub, sampah biomassa ini dibawa ke pembangkit tenaga listrik untuk dipergunakan sebagai bahan bakar, sehingga bermanfaat. Menurutnya, pelaksanaan co-firing ini harus jadi percontohan di Indonesia dan harus sukses. Apalagi, NTB sampai saat ini termasuk yang tertinggi penggunaan renewable energy (energi terbarukan). Atas dasar ini, pihaknya akan mendorong supaya pembangkit listrik mengganti batu bara dengan biomassa. Tidak hanya itu, pemasangan pada pembangkit baru semua harus sudah menggunakan energi terbarukan.
‘’Termasuk tadi saya baru selesai acara di Lombok Barat. Nanti Rumah Sakit Lombok Barat, Rumah Sakit Awet Muda Narmada itu pembangkit listriknya semua dari PLTS, Kemudian beberapa puskesmasnya juga. Jadi itu yang kita lakukan di NTB,’’ terangnya.
Meski demikian, Wagub mengakui yang menjadi pekerjaan besar yang harus disusun adalah masalah bahan baku dan menyusun aturan bahan baku yang boleh dipergunakan. Wagub mencontohkan, bonggol jagung. Menurutnya, bonggol jagung yang diterima itu hanya bonggol jagung yang berasal dari lahan yang hanya boleh ditanami jagung. Tapi kalau bonggol jagung berasal dari lahan yang tidak boleh ditanami, tidak boleh diterima.
‘’Jadi kalau misalnya, asalnya dari bukit dan tidak boleh ditanami jagung yang mengakibatkan longsor dan sebagainya enggak akan diterima. Jadi menjadi satu kesatuan lah supaya proses ini juga tidak ujung-ujungnya malah merusak lingkungan, karena orang berlomba-lomba ini, karena bonggol jagung pun masih bisa kita jual gitu kan. Akhirnya di mana-mana menanam gitu. Enggak boleh,’’ ujarnya mengingatkan, seraya menegaskan, tidak boleh ada hal-hal yang ilegal masuk ke dalam sistem ini.
Mengenai penyediaan bahan baku, tambahnya, masih belum bisa dipenuhi. Wagub mencontohkan, PLTU di Kabupaten Sumbawa Barat sudah siap menggunakan bahan bakar dari bahan baku biomassa. Namun, PT. Gerbang NTB Emas (GNE) yang ditunjuk menyediakan bahan baku terhadap PLTU ini masih belum mampu memenuhi sesuai pesanan. Menurutnya, kemampuan PT. GNE menyediakan bahan baku, baru 50 persen dari 300 ton bahan baku biomassa per hari yang dibutuhkan.
Untuk itu, pihaknya sedang menyusun manajemennya agar nanti tidak ada ekses-ekses lain, karena adanya regulasi yang akan dibuat ini bisa membantu ekonomi masyarakat. ‘’Dengan sampah atau hal-hal yang mulanya tidak bermanfaat bisa dijual. Terus selama ini kalau kita lihat kan jerami apa sekam padi kan kalau selesai panen pada dibakar, kan itu kan pembakaran tuh kan enggak boleh. Itu menghasilkan polusi, menghasilkan CO2, mempertebal gas kaca. Nah ini kita cari kan solusinya. jadi selesai panen, sekam padi dikeringkan, kemudian diangkut ke PLTD,’’ tambahnya.
Dalam menindaklanjuti kerjasama sama ini, Pemprov NTB akan menandatangani kerjasama dengan PT. PLN Wilayah NTB, kemudian Pemprov akan bersurat ke Menteri Keuangan, Menteri ESDM, Menteri BUMN supata mendukung pelaksanaan proses energi terbarukan di NTB. Selain itu, pihaknya mengharapkan ada subsidi dari pemerintah pusat, sehingga PLN bisa membeli dari masyarakat dengan harga tidak terlalu murah.
‘’ini kan sekarang Rp 600 per kilo. Nah kalau ada support kan mungkin bisa lebih dari itu, kan potensi cukup, selama semuanya digerakkan dengan baik gitu. Cuma kan masalahnya itu kan bukan masalah gampang. Harus kerja sama yang bagus dengan kabupaten/kota dan seluruh stakeholder terkait. ini yang sedang dirancang sekarang,’’ ujarnya.
Seperti yang dilakukan di Denmark, tambahnya, pelaksanaan proses energi terbarukan 50% lebih dari biomassa seperti yang dilakukan di NTB. Itu artinya, persentasi biomassa itu tertinggi dibanding sama PLTS, tenaga angin dan lainnya. Tidak hanya itu, pelaksanaan proses energi terbarukan di Denmark mendapat subsidi dari pemerintah, sementara bahan bahan bakar energi fosil tidak disubsidi. Beda halnya dengan di Indonesia, bahan bakar fosil mendapat subsidi besar dari pemerintah, sehingga membuatnya harga terjangkau.
Sebelumnya, Kepala Dinas LHK NTB Julmansyah, menjelaskan, jika Pemprov NTB bersama PT. PLN sedang berusaha melakukan co-firing terhadap mesin pembangkit listrik menggunakan sampah yang ada di NTB. Pihaknya akan berusaha melaksanakan apa yang menjadi kebijakan pemerintah, khususnya menggunakan energi terbarukan.
Dalam pelaksanaannya, pihaknya juga tidak ingin pelaksanaan energi terbarukan ini membuat orang melakukan perusakan-perusakan lingkungan, khususnya lokasi penananam jagung. Pihaknya ingin agar baku dari pembangkit listrik ini memiliki legalitas dan tidak merugikan banyak pihak.
Diakuinya, dalam penggunaan mesin cacah sampah, PLN lebih mantap menggunakan produksi dari SMKN 3 Mataram. Menurutnya, hal ini akan menjadi perhatian pihaknya agar penggunaan mesin cacah sampah nanti lebih banyak memberdayakan sumber daya yang ada di NTB. (ham)