Mataram (Suara NTB) – Persoalan sosial di Provinsi NTB seperti masalah identitas hukum bagi masyarakat, jaminan sosial, kekerasan dalam rumah tangga, kasus perkawinana anak, akses yang belum adil terhadap pekerjaan dan ragam persoalan sosial lainnya kerap dijumpai dalam keseharian. Untuk menuntaskan persoalan tersebut, diperlukan kolaborasi dan dukungan multipihak.
Lembaga Pengembangan Sumber Daya Mitra (LPSDM) bersama Instutut KAPAL Perempuan melaksanakan Program INKLUSI dengan tema “Penguatan Kolaborasi Pemangku Kepentingan untuk Memastikan Perspektif GEDSI dalam Perencanaan, Penganggaran dan Pemantauan Bidang Sosial, Ekonomi dan Politik melalui Strategi Penguatan Kepemimpinan Perempuan,”. Kegiatan Workshop tersebut berlangsung di Kota Mataram, Selasa 29 November 2022.
GEDSI sendiri merupakan akronim dari Gender Equality Disability Sosial Inclusion atau kesetaraan gender dan iklusi disabilitas. Program INKLUSI sendiri berfokus pada enam isu yang prioritas dan berkontribusi untuk mendukung percepatan pencapaian SDG’s di tahun 2023 di dua daerah yaitu Kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Utara. Enam isu itu adalah Identitas Hukum, Jaminan Sosial, Penghapusan Kekerasan, Penghapusan Perkawinana Anak, Pemulihan Ekonomi dan Akses yang Adil Terhadap Pekerjaan.
Direktur LPSDM Ririn Hayudiani dalam workshop tersebut mengatakan, kegiatan ini menjadi ajang dialog multipihak, sebab ada satu kebutuhan bersama bagaimana mempertemukan para pengambil kebijakan teknis di tingkat Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dengan para pihak seperti CSO, komunitas serta media di dalamnya.
“Melalui workshop ini kami ingin memberitahu OPD ini bahwa ada situasi persoalan yang terjadi di masyarakat dan hal itu membutuhkan pemikiran kita bersama,” ujar Ririn Hayudiani.
Kegiatan ini juga untuk membangun satu kolaborasi antar para pihak, karena jika persoalan ini dititipkan ke LPSDM semata melalui program INKLUSI Ini tidaklah cukup. Begitu juga jika hanya satu OPD yang diberi wewenang untuk menuntaskan persoalan ini sendirian juga tidak cukup.
“Inilah kemudian kita ingin dicarikan solusinya. Sehingga dalam wokshop seharian ini, kita ingin mulai dari memetakan persoalan, peta aktor dan ruang dialog mana yang harus dibangun,” ujarnya.
Satu hal yang tak kalah pentingnya yaitu bagaimana para peserta merumuskan agenda strategis yang kemudian menjadi prioritas di masing-masing kabupaten. Sebab LPSDM bekerja di dua kabupaten yaitu Lombok Timur dan Lombok Utara.
“Satu hal penting lainnya yaitu ada satu mandat yang sesuai dengan arahan Presiden yaitu terkait dengan bagaimana dengan pencapaian SDG’s dan juga SDG’s Desa itu dimplementasikan dalam DRPPA (Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak-red). Bagaimana DRPPA ini nanti diimplementasikan,” ujarnya.
Kolaborasi dalam membangun kualitas manusia lantaran Indeks Pembangunan Gender (IPG) di Kabupaten Lotim tahun 2021 sebesar 91,33 sementara di Kabupaten Lombok Utara sebesar 85,54. Sementara IPM tahun 2021 di Kabuaten Lotim sebesar 66,66, sementara data IPM di KLU pada tahun yang sama 64,77.
Dalam workshop tersebut, ditemukan sejumlah tantangan terkait dengan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di Kabupaten Lotim dan Lombok Utara. Misalnya pada bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak misalnya kurangnya koordinasi lintas sektor, kurangnya pemahaman masing-masing OPD terkait dengan pembangunan berbasis gender, belum semua OPD melakukan perencanaan dan penganggaran yang responsif gender dan lain sebagainya.
Begitu juga masih ditemukan kasus kekerasan terhadap anak misalnya tingginya angka perkawinann anak, banyak anak buruh migran yang belum tertangani dengan baik dan lainnya. Begitu juga di bidang Penanganan Kasus Kekerasan Berbasis Gender (KGB) dan Pemenuhan hak-hak jaminan Sosial dan Identitas Hukum, masih banyak ditemukan sejumlah tantangan yang akan dicarikan solusi bersama.(ris)
