Mataram (Suara NTB) – Saipuddin, Bendahara UPT di Dinas Dikbud Lombok Timur dituntut 7 tahun penjara. Dia bersama Afif Muafi SE yang dituntut lebih ringan dua tahun (5 tahun, red) dalam perkara korupsi penyaluran kredit fiktif pada BPR Cabang Aikmel Lombok Timur tahun 2020. “Meminta kepada majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa Afif Muafi pidana selama 5 tahun penjara dan terdakwa Saipuddin 7 tahun,” kata Yoga Mualim dan Aria Perkasa perwakilan JPU Kejari Lombok Timur, Rabu, 30 November 2022.
Selain itu Afif Muafi juga dituntut pidana denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan. Sedangkan terdakwa Saipuddin, dituntut pidana denda Rp300 juta subsider 5 bulan kurungan. Kedua terdakwa juga tetap berada di dalam tahanan. “Menetapkan terdakwa agar tetap berada di dalam tahanan,” sebutnya. Keduanya terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. “Tuntutan tersebut sesuai dengan isi dakwaan primair,” tambahnya.
Penuntut umum juga membebankannya kepada terdakwa Saipuddin sebesar Rp986 juta. Jika tidak bisa membayar satu bulan setelah putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. “Jika terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi, maka dipidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan,” ungkapnya.
Sementara untuk terdakwa Afif Muafi, tidak dibebankan membayar uang pengganti. Sedangkan untuk uang titipan pengembalian kerugian keuangan negara yang dilakuakan terdakwa sebesar Rp19,5 juta, dikembalikan ke PD BPR NTB Lombok Timur, Cabang Aikmel. Uang tersebut dikembalikan sebagai uang pengganti kerugian negara. “Terdakwa melalui penasihat hukumnya melakukan pembelaan atas tuntutan tersebut,” katanya.
Sebelum membacakan tuntutan, penuntut umum telah mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan. Hal yang memberatkan, keduanya dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Hal yang meringankan, keduanya berterus terang dan mengakui perbuatannya. Terdakwa berlaku sopan di persidangan dan tidak pernah dihukum. “Tuntutan tersebut sudah kita pertimbangkan yang memberatkan dan meringankan sebelum kita sampaikan,” tukasnya.
Diketahui, kasus ini mulai dibidik kejaksaan di awal tahun 2021. Sebanyak 22 orang guru PNS diajukan namanya untuk mendapatkan pinjaman di BPR Cabang Aikmel tahun 2020. Nyatanya pinjaman yang diajukan itu tanpa persetujuan para guru. Besaran pinjaman yang diajukan Rp50 juta per guru. Uang tidak pernah diterima oleh guru. Dalam dugaan korupsi kredit fiktif di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Aikmel tahun 2020 yang telah mencatut nama puluhan guru di UPT Dikbud Pringgasela menyebabkan kerugian negara mencapai Rp1 miliar. Sesuai hasil audit Inspektorat Lotim. (ils)