Sejumlah Aparatur Sipil Negara(ASN) sedang duduk santai. Mereka sedang istirahat di tengah kesibukan hariannya. Di depannya beberapa biji rokok dengan warna merek rokok terkenal. Namun, setelah diteliti, ternyata itu adalah rokok tanpa pita cukai resmi dari pemerintah. Tidak hanya itu, tiruan rokok sejumlah merek terkenal, baik jenis filter atau mild juga mereka beli.
MURAH dan rasanya tidak jauh beda dari rokok resmi yang sudah membayar cukai menjadi alasan banyak orang untuk membeli rokok tanpa cukai. Termasuk beberapa ASN dan tenaga honorer memilih rokok yang murah dan sesuai dengan kemampuan kantong.
Bagi mereka yang memiliki penghasilan sedikit atau pas-pasan, rokok tanpa cukai resmi adalah satu pilihan. “Misalkan kalau kita beli satu rokok yang harganya Rp24.000 per bungkus, kita bisa membeli dua bungkus rokok tanpa cukai. Rasanya juga tidak jauh beda,” ungkap salah satu ASN yang membeli rokok tanpa cukai resmi pemerintah pada Suara NTB, Jumat, 25 November 2022.
ASN dengan golongan yang masih di bawah ini juga menginginkan membeli rokok yang dijual resmi. Namun, dengan gaji yang diterima setiap bulan tidak memungkinkan bagi dirinya membeli rokok dengan harga yang cukup mahal. Sementara dalam sehari bisa menghabiskan hingga 2 hingga 3 bungkus rokok. Apalagi kalau menunggu pimpinan saat bertugas di luar kantor dalam jangka waktu cukup lama, mereka lebih banyak menghabiskan waktu dengan mengisap rokok.
Meski demikian, ujarnya, untuk mendapatkan rokok yang selama ini dirazia Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Dinas Perdagangan, Bea Cukai dan aparat kepolisian ini cukup sulit. Menurutnya, tidak semua toko, warung atau kios menjual rokok tanpa cukai resmi ini, karena takut dirazia petugas
Bahkan, meski ada toko atau kios yang menjual rokok tanpa cukai resmi ini, mereka tidak sembarangan menjual. Apalagi, pada orang yang baru pertama kali dilihat atau dikenalnya. Mereka khawatir, orang yang bertanya itu adalah petugas atau Intel, sehingga produknya bisa disita.
“Mereka baru mau menjual pada kita, setelah mereka yakin dia adalah pelanggan dan bukan aparat,” tambahnya.
Hal senada disampaikan Kiko – sebut saja demikian. ASN ini menuturkan pengalaman dirinya saat berbelanja rokok tanpa cukai resmi ini di salah satu warung. Diakuinya, saat bertugas di wilayah Lombok Barat, dirinya pernah membeli rokok tanpa cukai resmi di salah satu warung dengan menggunakan pakaian preman.
Saat rokoknya habis dan kebetulan berada di wilayah Lombok Barat, dirinya kembali mencoba mendatangi warung tempat dirinya membeli rokok tersebut. Namun, saat itu dirinya menggunakan pakaian dinas, pemilik warung tegas mengatakan tidak menjual rokok tanpa cukai resmi. “Bahkan mengaku tidak pernah menjual dan tidak tahu menahu jenis rokok tersebut,“ ungkapnya.
Sama halnya seperti temannya, dirinya senang membeli rokok tanpa cukai resmi, karena harganya sangat murah dan rasanya tidak ada perbedaan dengan rokok produksi pabrikan. Ketika ditanya apakah tidak takut dirazia sama petugas, diakuinya, tidak pernah ada razia terhadap para perokok. Bahkan, ungkapnya, ada oknum petugas yang merazia juga menggunakan rokok tanpa pita cukai. ‘’Malahan ada petugas yang merazia juga membeli rokok seperti kami,’’ ujarnya sambil tertawa.
Namun, untuk membeli rokok ini, dirinya sering menitip beberapa bungkus pada temannya sesama ASN membeli rokok di salah satu pasar di Kota Mataram. Menurutnya, hanya temannya inilah yang dikenal oleh satu pemasok rokok tanpa cukai resmi dan bisa membeli dalam jumlah banyak. “Terkadang saya titip dua bungkus rokok pada dia. Lumayan. Harganya lebih murah dan rasanya tidak jauh beda. Kalau rokok resmi, hanya dapat 1 bungkus. Ini kita bisa beli 2 atau tiga bungkus,” ujarnya.
Sementara salah satu ASN yang selama ini menjadi perantara pembelian rokok ilegal dari teman-temannya mengakui sekarang cukup sulit mendapatkan rokok tanpa cukai. Informasi yang diperoleh dari pedagang tempatnya membeli pasokan rokok tanpa cukai ini belum banyak pasokan dari Pulau Jawa.
Saat membeli rokok tanpa cukai ini, dirinya tinggal mendatangi lokasi berjualannya toko di salah satu pasar tradisional di Kota Mataram. Tinggal meminta diambilkan merek rokok yang dibeli, seperti jenis filter, sigaret atau mild, pihaknya langsung membayar sesuai harga. ‘’Kalau dibandingkan dengan harga yang memiliki cukai. Kita bisa beli 2 bungkus rokok untuk tanpa cukai dan 1 bungkus rokok yang resmi,’’ ungkapnya.
Sebelumnya, Pemprov NTB seperti disampaikan Kepala Satpol PP NTB Dr. Najamuddin Amy, menegaskan komitmen pihaknya yang terus melakukan razia terhadap produk rokok ilegal. Dalam melakukan razia, Satgas, beranggotakan Bea Cukai TNI/Polri, Kejaksaan, Tim Gabungan Pemprov NTB dan Satpol PP kabupaten/kota. Bahkan belum lama ini melakukan razia rokok ilegal di Kota Bima.
Menurutnya, rokok -rokok ilegal ini masuk ke NTB dari luar daerah, termasuk ke Pulau Sumbawa. Khusus untuk Pulau Sumbawa, masuk lewat Pulau Lombok dan Pulau Jawa, distributor atau travel. Khusus untuk sopir bus diharapkan tidak menerima titipan -titipan ilegal, karena di paket kiriman ini berisi bungkus rokok -rokok putih yang berasal dari beberapa lokasi dan didistribusikan ke kios -kios kecil.
Meski demikian, ujarnya karena masih dalam kegiatan operasi pasar pihaknya masih melakukan edukasi dan pemahaman kepada masyarakat mengenai dampak dan risiko menjual rokok tanpa pita cukai. “ Kasihan pedagang kecil masih direcoki dengan menjual rokok tanpa pita cukai. Kasihan mereka ditipu,” ujarnya. (ham)