Mataram (Suara NTB) – Penyidik tindak pidana khusus (Pidsus) Lombok Tengah, terus mendalami IMS dalam kasus dugaan korupsi kredit fiktif BPR cabang Batukliang, Lombok Tengah. Meski berkas perkara di kasus tersebut naik penyidikan, namun IMS belum ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang merugikan negara sebesar Rp2,38 miliar.
“IMS masih berstatus sebagai saksi dalam kasus tersebut dan kami masih terus melakukan pendalaman,” kata Kasi pidana khusus Kejari Lombok Tengah, Bratha Hariputra, SH., MH, Kamis, 24 November 2022. Penyidik juga sudah meminta kepada majelis hakim untuk mengembalikan barang bukti yang muncul di persidangan untuk pengembangan ke tersangka lain.
Bratha pun memastikan IMS yang akan menanggung uang pengganti sebesar Rp2,38 miliar tersebut. Hal itu juga tertuang dalam tuntutan dengan terdakwa Agus Fanahesa dan Johari. Dimana keduanya hanya dibebankan uang pengganti sebesar Rp2 juta untuk terdakwa Agus Fanahesa dan Rp1 juta untuk terdakwa Johari. Sementara sisanya merupakan tanggung jawab dari IMS yang saat ini masih berstatus sebagai saksi tersebut. “Di tuntutan sudah kita jelaskan bahwa yang menanggung uang pengganti adalah IMS dan saat ini kita terus berupaya menyelesaikan berkas perkaranya,” tambahnya.
Didalam kesaksian yang disampaikan dua orang terdakwa Agus Fanahesa dan Johari, dari pihak BPR Cabang Batukliang di persidangan menyebutkan bahwa kasus tersebut erat kaitannya dengan IMS. Bahkan IMS juga mengakui dirinya yang mengajukan kredit ke BPR Cabang Batukliang dengan mencatut nama 199 anggota Polri. Pengajuan kredit tersebut terjadi dalam periode 2014-2017, ketika Made Sudarmaya menjabat Perwira Administrasi Urusan Keuangan Direktorat Sabhara Polda NTB. “Kita masih terus melakukan pengembangan terhadap kasus tersebut berdasarkan kesaksian di persidangan,” sebutnya.
Untuk diketahui dalam perkara ini, Johari menjadi terdakwa bersama Agus Fanahesa. Johari berperan sebagai “Account Officer” pada BPR Cabang Batukliang. Sedangkan Agus Fanahesa saat itu menjabat sebagai Kepala Pemasaran BPR Cabang Batukliang. Keduanya didakwa turut terlibat terkait munculnya kredit fiktif 199 anggota Polri hingga menimbulkan kerugian Rp2,38 miliar. Kerugian itu muncul dalam periode pencairan kredit 2014-2017. (ils)