Mataram (Suara NTB) – Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) atau orang yang pernah dirawat kejiwaannya di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) mesti mendapat dukungan dari masyarakat. Mereka mempunyai hak yang sama dengan masyarakat lainnya, baik dari sisi pelayanan maupun tempat di masyarakat.
‘’Bahwa orang yang sakit jiwa itu adalah teman kita juga. Yang sama seperti kita, punya hak untuk mendapatkan pelayanan, punya hak untuk mendapatkan tempat di ruang masyarakat. Dan mereka itu juga harus produktif dan diterima oleh masyarakat,’’ ujar Direktur Kesehatan Jiwa Direktorat Jenderal (Ditjen) Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan drg. R. Vensya Sitohang, M.Epid., pada Suara NTB di RSJ Mutiara Sukma, Rabu, 9 November 2022.
Selain itu, tambahnya, pihaknya mengharapkan setiap daerah bisa mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap ODGJ atau orang yang sudah sembuh dari perawatan. Namun, itu tidak lepas dari edukasi yang dilakukan di tengah masyarakat, jika orang yang sebelumnya pernah mengalami gangguan jiwa bisa produktif dan bisa diterima lagi oleh masyarakat setelah melalui proses edukasi atau pelatihan.
Di masa mendatang, sarannya, rumah sakit tidak lagi mengurus orang setelah orang itu sakit, tapi harusnya adalah bagaimana mencegah orang itu sakit dan tidak terjadi sakit. ‘’Kalau sudah sempat sakit, dia tidak sampai kepada kasus-kasus yang lebih berat begitu,’’ ujarnya.
Hal lain yang juga mesti dilakukan adalah rumah sakit melakukan upaya kesehatan jiwa di level masyarakat bersama dengan puskesmas bersama dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang terkait. Termasuk bersama masyarakat melakukan edukasi jika menemukan seseorang yang sudah sampai kepada level ODGJ.
‘’Misalnya orang dengan gangguan jiwa atau kalau ada di masyarakat itu yang sampai harus dilakukan pasung, apa yang harus dilakukan? Mereka sudah tahu sebelum mereka harus minta tolong dengan melakukan rujukan dan minta tolong kepada profesional,’’ tambahnya.
Khusus untuk RSJ Mutiara Sukma, sudah melakukan banyak hal dan berharap ini tetap dipertahankan dan ditingkatkan dan juga menjadi contoh bagi provinsi-provinsi lain asalkan semua indikator, semua kriteria sudah dipenuhi. Namun dalam hal pemenuhan itu tentu masih banyak yang perlu peningkatan.
Diakuinya, apa yang sudah dilakukan RSJ Mutiara Sukma cukup membanggakan, baik penilaian untuk wilayah bebas korupsi, e-office. Bahkan, pendataan medis secara elektronik sudah dilakukan, sementara Peraturan Menteri Kesehatan baru keluar beberapa waktu lalu, tapi sudah dilaksanakan di RSJ Mutiara Sukma.
Meski demikian, hal yang perlu disempurnakan lagi adalah masalah pendataan. Hal ini tidak terjadi di sini saja, tapi secara nasional, karena sering ada perbedaan data, baik di level daerah maupun nasional. ‘’Saya pikir hal ini masih terus diperbaiki. Selain itu, harus bisa menyatu di dalam masyarakat,’’ sarannya.
Direktur RSJ Mutiara Sukma Provinsi NTB dr. Hj. Wiwin Nurhasida, menegaskan, jika pengembangan layanan menjadi prioritas pihaknya. Menurutnya, jadi layanan yang dilakukan tidak hanya berbasis kesehatan jiwa, walaupun itu menjadi core bisnis, tapi juga pelayanan non jiwa, seperti kesehatan anak, penyakit dalam, penyakit saraf, rehabilitasi. Pihaknya juga mensosialisasikan atau menggandakan pelayanan bagi yang sehat, misalnya pemeriksaan kesehatan jiwa, pemeriksaan kesehatan nafza, pemeriksaan kesehatan umum.
‘’Itu adalah upaya-upaya untuk mengurangi stigma dan yang terakhir dari segi fisik kami juga berubah. Jadi tidak lagi dengan suasana yang mungkin di zaman dulu menakutkan gitu ya, sekarang sudah lebih berwarna, lebih ceria ditambah lagi dengan teman-teman yang memberikan pelayanan,’’ terangnya, seraya menambahkan, ihaknya merawat 67 pasien dengan ODGJ dari 144 tempat tidur yang tersedia. (ham)